Wara dalam Islam: Makna & Tingkatan

keepgray.com – Dalam menghadapi dunia yang kompleks, umat Muslim dianjurkan untuk menjaga diri dari hal-hal yang merugikan, baik secara materi maupun spiritual. Salah satu prinsip penting dalam Islam untuk mencapai tujuan ini adalah wara, yang menekankan kehati-hatian dalam memilah antara yang halal, haram, dan syubhat (samar).

Wara secara bahasa berarti menjaga dan menahan diri dari hal-hal yang tidak pantas. Secara istilah, wara’ adalah meninggalkan hal-hal yang menimbulkan keraguan, menjauh dari segala sesuatu yang bisa mengotori hati, lebih memilih perkara yang jelas kebenarannya, serta mengarahkan hawa nafsu kepada hal yang berat namun benar. Dengan mengamalkan wara, seorang Muslim berusaha untuk selalu berada dalam ridha Allah SWT.

Ciri-ciri seseorang yang menerapkan wara dalam kehidupan sehari-hari antara lain menjaga ucapan dari ghibah, berpikir positif, tidak meremehkan orang lain, menjaga pandangan, berkata jujur, mengingat nikmat Allah, membelanjakan harta dengan bijak, tidak ambisius terhadap jabatan, menjaga salat lima waktu, dan konsisten mengikuti ajaran Rasulullah SAW.

Imam Al Ghazali membagi wara menjadi empat tingkatan:

1. **Wara al-Udul:** Menjauhi segala larangan Allah SWT. Ini adalah tingkatan dasar yang wajib dimiliki setiap Muslim.
2. **Wara as-Salihin:** Menjauhi hal-hal syubhat (samar kehalalannya) karena adanya keraguan.
3. **Wara al-Muttaqin:** Menahan diri dari sesuatu yang halal, namun dikhawatirkan dapat mengarah pada yang haram.
4. **Wara as-Siddiqin:** Menahan diri dari hal-hal halal yang dapat melalaikan hati dari mengingat Allah SWT. Tingkatan ini adalah ciri khas wara para arif (orang bijak).

Wara menjadi penting karena membantu seorang Muslim untuk lebih berhati-hati dalam setiap tindakan dan pilihan, sehingga dapat menghindari perbuatan dosa dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.