Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono menyoroti tantangan utama dalam penyaluran bantuan sosial (bansos), yaitu pola pikir masyarakat yang terlalu nyaman menjadi penerima bantuan. Menurut Agus, mentalitas ini menyebabkan warga enggan untuk meningkatkan kualitas diri dan keluar dari status penerima bansos, atau yang disebutnya “menggraduasi diri”.
Untuk mengatasi masalah ini, Kemensos secara aktif melakukan sosialisasi dan pemberdayaan di berbagai daerah. Agus menyatakan bahwa ia dan Menteri Sosial rutin berkeliling ke seluruh Indonesia setiap minggu, mengimbau masyarakat untuk tidak terus-menerus berada di zona nyaman bansos, melainkan berupaya untuk berdaya.
Dalam upaya menyukseskan sosialisasi ini, Agus juga meminta bantuan dari Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO). Ia menekankan bahwa pemberdayaan masyarakat membutuhkan lebih dari sekadar intervensi program, melainkan juga kolaborasi untuk mengubah pola pikir.
Lebih lanjut, Agus menyampaikan bahwa sejak awal pelantikannya, Presiden Prabowo Subianto telah menekankan pentingnya akurasi data dalam pelaksanaan program bansos guna memastikan bantuan tepat sasaran. Ia menjelaskan bahwa selama ini, data dari berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah belum terintegrasi, yang menyulitkan penyaluran bantuan yang efektif.
Sebagai langkah maju, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Indonesia untuk pertama kalinya memiliki Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional. Data ini dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025, yang mewajibkan semua program pemerintah disusun berdasarkan data tersebut. Data ini tidak hanya mencatat jumlah penduduk, tetapi juga memetakan secara rinci masyarakat miskin dan miskin ekstrem, termasuk alamat dan profil ekonomi mereka.
Agus merinci bahwa saat ini terdapat sekitar 24 juta penduduk miskin, atau sekitar 8,57 persen dari total populasi Indonesia yang mencapai 285,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 3,17 juta jiwa dikategorikan sebagai miskin ekstrem, yaitu mereka dengan pengeluaran di bawah Rp400.000 per kapita per bulan. Presiden Prabowo menargetkan kemiskinan ekstrem dapat diselesaikan pada tahun 2026, dan angka kemiskinan secara keseluruhan dapat ditekan di bawah 5 persen pada tahun 2029.