keepgray.com – Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menanggapi polemik penggunaan bahasa Inggris dalam pembacaan sumpah jabatan rektor baru, Didi Sukyadi. UPI menyatakan terbuka terhadap segala masukan dan kritik membangun dari masyarakat terkait isu tersebut.
Kepala Hubungan Masyarakat UPI, Prof. Solehuddin, menyampaikan bahwa UPI menerima saran dan kritik, baik tertulis maupun melalui dialog langsung, demi perbaikan berkelanjutan dan terwujudnya tata kelola institusi yang menjunjung tinggi keunggulan, integritas, dan kepercayaan publik.
Solehuddin menjelaskan bahwa sumpah jabatan Rektor UPI periode 2025-2030 menggunakan Bahasa Indonesia sesuai peraturan perundangan. Penambahan prinsip ‘values for value, full commitment no conspiracy, and defender integrity’ bertujuan sebagai panduan membangun tata kelola institusi yang unggul, berintegritas, dan terpercaya. Prinsip ini dimaknai sebagai upaya mengedepankan nilai untuk kebermanfaatan, komitmen penuh tanpa konspirasi, dan menjadi pembela integritas.
UPI menyadari adanya dinamika di masyarakat akibat pemberitaan terkait prosesi pelantikan rektor. UPI berkomitmen untuk merespons dampak yang timbul dengan mengedepankan prinsip keterbukaan informasi secara bijaksana dan terus melakukan perbaikan di masa mendatang.
Dokumen sumpah jabatan rektor telah ditandatangani menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik, Badan Siber dan Sandi Negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sehingga memiliki kekuatan hukum yang sah.
Sebelumnya, pelantikan dan serah terima jabatan rektor dari M Solehuddin ke Didi Sukyadi dilakukan dalam sidang pleno terbuka Majelis Wali Amanat (MWA) UPI. Pengambilan sumpah jabatan oleh Ketua MWA UPI, Nanan Soekarna, pada 16 Juni 2025, menuai reaksi dari Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal.
Cucun menyayangkan penggunaan bahasa asing dalam sumpah jabatan, yang menurutnya tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang penggunaan Bahasa Indonesia dalam forum resmi kenegaraan, termasuk institusi pendidikan. Sebagai bentuk penolakan, Cucun memilih meninggalkan acara tersebut.