keepgray.com – Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang menjadi landasan hukum pembentukan Badan Pendanaan Investasi (BPI) Danantara digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Lokataru Foundation bersama Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam Cabang Jakarta Barat (LKBHMI Jakbar) mengajukan permohonan uji formil atas UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Permohonan ini diajukan karena proses pembentukan UU BUMN, khususnya terkait pendirian Danantara, dinilai tidak partisipatif, tertutup, dan mengabaikan prinsip-prinsip dasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU 13/2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Direktur Eksekutif Lokataru, Delpedro Marhaen, menyatakan bahwa pengujian formil UU BUMN ini merupakan bentuk kontrol konstitusional terhadap kebijakan negara yang dinilai cacat secara prosedural dan sarat kepentingan politik. Ia menyoroti pembentukan Danantara yang dilakukan secara diam-diam tanpa proses legislasi yang terbuka dan akuntabel. Hal ini, menurutnya, mengindikasikan adanya agenda tersembunyi dari elite politik untuk membentuk lembaga strategis tanpa pengawasan publik yang memadai. Delpedro menambahkan, kurangnya transparansi dalam proses pembentukan berpotensi meningkatkan risiko korupsi dalam pengelolaan dana publik yang besar oleh Danantara.
Perwakilan LKBHMI Jakbar, Yoga Prawira, juga menilai UU BUMN cacat prosedural karena tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna. Ia menyatakan bahwa proses pembahasan tidak memenuhi prinsip partisipasi publik sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Akses terhadap informasi dan dokumen resmi dinilai sangat terbatas, bahkan informasi mengenai masuknya revisi UU BUMN ke dalam Prolegnas 2025 diperoleh bukan dari situs resmi DPR, melainkan dari situs pihak ketiga yang tidak terverifikasi.
Yoga menuturkan bahwa berbagai upaya telah dilakukan untuk mengakses dokumen penting seperti Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), Naskah Akademik, dan Rancangan UU, baik melalui situs DPR RI, Kementerian BUMN, maupun kanal informasi lainnya, namun tidak tersedia untuk publik. Padahal, nilai valuasi total BUMN mencapai Rp16 ribu triliun, sehingga penyusunan UU seharusnya dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan partisipatif.
Kuasa Hukum dari Lokataru dan LKBHMI Jakbar, Haikal Virzuni, menjelaskan bahwa permohonan uji formil didasarkan pada sejumlah dalil yang menguatkan klaim bahwa pembentukan UU BUMN melanggar prosedur hukum dan prinsip konstitusional. Dalil-dalil tersebut meliputi tidak adanya partisipasi publik yang bermakna, ketidaksesuaian dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak dilibatkannya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dalam proses pembentukan, serta tidak adanya validitas atau legitimasi hukum karena menyimpang dari ketentuan dalam UUD 1945.
Para pemohon meminta kepada MK untuk menunda pelaksanaan UU BUMN hingga terdapat putusan akhir terhadap pokok perkara, agar tidak terjadi kerugian konstitusional yang lebih besar akibat diterapkannya Undang-undang yang legalitasnya masih disengketakan. Dalam pokok perkara, para pemohon meminta MK menyatakan bahwa UU BUMN bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.