Umrah, Tatang Ditawari Haji Langsung dari Belanda

keepgray.com – Tatang Muttaqin, seorang WNI yang tengah menempuh studi S3 di University of Groningen, Belanda, berbagi pengalamannya menunaikan ibadah haji melalui jalur yang tak terduga, bermula dari rencana umrah pada tahun 2015.

Awalnya, Tatang hanya berniat melaksanakan umrah karena merasa telah lama tinggal di Eropa namun belum mengunjungi Tanah Suci. Saat mencari paket umrah, sebuah biro perjalanan milik komunitas Turki, Milli Gorus, justru menawarkan kesempatan haji kepadanya.

“Saya daftar, bayar sekitar €1.250 untuk umrah. Tapi mereka malah tanya, ‘Anda belum berhaji yang wajib, kami masih punya slot untuk jemaah haji, mau ikut’?” kenang Tatang.

Tatang sempat ragu karena antrean haji di Indonesia bisa mencapai puluhan tahun. Namun, biro tersebut meyakinkan bahwa tidak ada antrean dan pendaftaran saat itu bisa langsung berangkat pada musim haji berikutnya.

Akhirnya, Tatang membayar uang muka €2.000 dan melunasinya setelah Lebaran. Total biaya haji saat itu sekitar €2.400 atau sekitar Rp 45 juta. Ia memutuskan untuk tidak memberitahu siapapun karena khawatir batal berangkat.

Tatang dan istrinya kemudian berangkat haji selama dua minggu, menitipkan ketiga anak mereka kepada seorang ibu Indonesia yang bersuamikan warga Belanda. Di Belanda, sistem sosial memungkinkan warganya untuk saling membantu, termasuk menjaga anak.

Tatang berangkat bersama sekitar 80-100 jemaah dari komunitas muslim Turki di Belanda. Kloter tersebut dikelola oleh jaringan biro perjalanan besar asal Turki yang memiliki hotel, pesawat, dan jaringan hingga Australia, Amerika, dan Inggris.

Selama di Tanah Suci, Tatang menginap di Aziziyah, sama seperti jemaah haji reguler Indonesia. Perbedaannya, tidak ada istilah Haji Plus, semua jemaah mendapatkan layanan yang sama.

Kendala bahasa menjadi tantangan tersendiri karena ceramah disampaikan dalam bahasa Turki. Meski tidak mengikuti manasik dan tidak bergabung dengan rombongan Indonesia, Tatang tetap menjalankan rukun haji dengan mengikuti alur dan bergabung dengan rombongan lain jika tertinggal.

“Saya ikut aja alurnya. Kalau ketinggalan rombongan, ya gabung sama rombongan lain. Ibadah haji kan banyaknya ibadah fisik. Yang penting kuat jalan,” ujarnya.

Menurutnya, yang terpenting adalah niat dan keyakinan. Kini, setelah satu dekade berlalu, Tatang merasa cukup dengan pengalaman hajinya. Ia berharap kesempatan itu dapat diberikan kepada orang lain yang masih mengantre.

“Saya pikir ya sekali seumur hidup aja. Yang lain masih banyak yang ngantri,” pungkasnya.