TNI AD: Pemusnahan Amunisi Tanpa Sipil

keepgray.com – Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, menyatakan bahwa kasus pemusnahan amunisi di Garut, Jawa Barat, yang menewaskan belasan orang termasuk sembilan warga sipil, menjadi bahan evaluasi tegas bagi pimpinan Angkatan Darat. Ke depan, TNI AD memastikan bahwa kegiatan pemusnahan amunisi dan bahan peledak tidak akan lagi melibatkan masyarakat sipil, termasuk untuk membantu penyiapan logistik.

Pernyataan tersebut disampaikan Brigjen Wahyu kepada wartawan pada Rabu (28/5/2025). Menurutnya, semua proses pemusnahan amunisi akan sepenuhnya ditangani oleh satuan TNI AD sendiri. Langkah ini juga akan disertai dengan penggunaan teknologi canggih untuk meminimalkan risiko dan mengurangi pelibatan personel secara langsung.

“Semuanya akan ditangani oleh satuan-satuan TNI AD sendiri. Upaya meminimalkan pelibatan personel juga akan dilakukan, dengan cara menggunakan teknologi seperti mini beghoe (excavator) untuk menggali lubang dan robot bom untuk membawa munisi/bahan peledak ke lubang penghancuran, juga alat perlengkapan lain yang dapat meminimalisir risiko yang ditimbulkan,” jelas Brigjen Wahyu.

Sebelumnya, Brigjen Wahyu telah menyampaikan hasil investigasi awal terkait insiden ledakan di Garut. Investigasi tersebut mengungkapkan adanya pelibatan warga sipil dalam proses pengangkatan detonator ke dalam lubang pemusnahan amunisi. Detonator yang dimusnahkan diketahui dalam kondisi kedaluwarsa atau afkir, yang membuatnya sangat rentan dan tidak stabil.

“Berkaitan dengan kenapa ledakan bisa terjadi, hasil investigasi menunjukkan bahwa seperti yang rekan-rekan ketahui, detonator yang akan dimusnahkan atau akan dihancurkan itu adalah detonator dalam kondisi expired atau kondisi afkir,” kata Wahyu pada Senin (26/5) di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.

Ia menambahkan, karena kondisi detonator yang sudah afkir dan rentan, perlakuan khusus sangat dibutuhkan. Namun, tim investigasi menemukan bahwa ada “keteledoran” karena pelibatan masyarakat sipil yang seharusnya tidak terlibat dalam kegiatan berisiko tinggi tersebut. Menurut Wahyu, warga sipil di lokasi kejadian seharusnya hanya melakukan tugas-tugas ringan seperti menyiapkan makanan bagi anggota, menggali lubang, atau membersihkan residu setelah area dinyatakan aman.

Namun, investigasi menemukan bahwa warga sipil justru ikut membantu mengangkat material detonator dan kotak detonator ke dalam lubang penghancuran. Di dalam lubang tersebut, terdapat salah satu personel TNI AD yang menjadi korban, bersama tiga anggota lainnya di sekitar lubang.

“Di mana di lubang penghancuran itu ada personel kita yang jadi korban di antara empat personel TNI AD. Dan di sekitar lubang itu juga ada tiga personel anggota Angkatan Darat lainnya,” tambah Wahyu.

Sebanyak sembilan warga sipil yang menjadi korban diduga silih berganti mengangkat detonator ke dalam lubang. Brigjen Wahyu menduga ledakan terjadi akibat detonator yang rentan tersebut dibawa dan ditangani tidak sesuai dengan prosedur keamanan yang ketat.