Tata Interaksi Anak di Ruang Digital

keepgray.com – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menekankan pentingnya penataan ruang digital untuk melindungi warga negara dan mencerdaskan bangsa. Hal ini disampaikan dalam diskusi daring Forum Diskusi Denpasar 12 bertema Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk Melindungi Anak di Ranah Digital.

Rerie menyoroti interaksi anak-anak di ruang digital yang perlu ditata agar tidak menimbulkan bahaya. Menurut laporan We Are Social, 98,7% dari 223 juta pengguna internet di Indonesia lebih sering menggunakan HP untuk mengakses internet. Peningkatan ini harus diantisipasi untuk mengurangi kecanduan dan melindungi anak-anak dari informasi yang tidak terkontrol.

Rerie menambahkan, kecanduan internet telah memengaruhi pengaturan emosi anak-anak. Ia berharap pemangku kepentingan pusat dan daerah dapat berkomitmen menjalankan kebijakan yang melindungi dan mencerdaskan anak bangsa di ruang digital.

Kepala Hubungan Pemerintah dan Kebijakan Publik YouTube Asia Tenggara, Danny Ardianto, menyatakan bahwa perlindungan anak adalah prioritas Google. Google menerapkan kebijakan khusus untuk menciptakan platform ramah anak, memberdayakan, menghargai, dan melindungi pengguna di bawah 18 tahun. Danny menekankan bahwa pilihan untuk mengakses internet sepenuhnya ada di tangan individu dan keluarga, meskipun penyedia platform digital berupaya menyesuaikan produk dengan usia pengguna.

Anggota Komisi I DPR RI, Andina Thresia Narang, mengungkapkan bahwa 75% anak usia 5-17 tahun sudah terhubung dengan internet. Data APJI 2024 juga mencatat 11.000 konten digital terpapar eksploitasi seksual pada 2023. Andina menekankan perlunya pengawasan dan tata kelola platform digital atau PSE. Tantangan perlindungan anak di ruang digital meliputi penegakan sistem verifikasi usia, kontrol konten seksual, pengawasan PSE asing, dan kurangnya literasi digital. Ia mendukung regulasi perlindungan digital dan peningkatan literasi digital.

Sekretaris Ditjen Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Mediodecci Lustarini, menyatakan peningkatan akses internet dan telepon seluler anak Indonesia (2020-2023) tidak disertai peningkatan literasi digital. PP Tunas pada Maret 2025 adalah langkah pengamanan untuk perlindungan di ruang digital yang aman. PP Tunas menugaskan PSE untuk memastikan standar keamanan, seperti persetujuan orang tua untuk aktivasi akun anak dan pengaturan konten sesuai usia.

Komisioner KPAI, Kawiyan, mengungkapkan anak-anak Indonesia terancam kekerasan di ranah digital, seperti judol, bullying, dan pembunuhan yang dipicu konten digital. Kerentanan ini dipicu tingginya pengguna internet di kalangan anak-anak dan rendahnya literasi digital. Kawiyan menekankan perlunya regulasi PSE dan dukungan masyarakat serta pemerintah dalam pengawasan dan pemahaman kebijakan.

Kandidat doktor dari UPSI, Malaysia, Ratin Wahyu Juni Atma, menekankan perlunya mewujudkan keamanan anak-anak di ruang digital yang bermanfaat untuk bermain, belajar, dan berkreasi. Ia juga menegaskan perlunya penguatan literasi digital melalui ekstrakurikuler di sekolah-sekolah dan mekanisme respons cepat terhadap penyalahgunaan. Ratin mengakui bahwa perlindungan anak di ruang digital memerlukan keterlibatan semua pemangku kepentingan.