Tambang Raja Ampat yang Izin Dicabut Tak Beroperasi

keepgray.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa empat perusahaan tambang di Raja Ampat yang izin usahanya dicabut tidak akan lagi beroperasi pada tahun 2025. Hal ini disebabkan karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang disetujui oleh pemerintah.

Bahlil menjelaskan bahwa salah satu syarat bagi perusahaan tambang untuk berproduksi adalah memiliki RKAB yang valid. RKAB ini hanya dapat diperoleh jika perusahaan memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang memenuhi persyaratan administrasi. Keempat perusahaan tersebut dinilai tidak lolos dalam memenuhi semua persyaratan administrasi yang diperlukan.

Pernyataan ini disampaikan Bahlil dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/6). Sebelumnya, pemerintah telah mencabut IUP empat perusahaan pertambangan yang beroperasi di Raja Ampat, yaitu PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham. Salah satu alasan utama pencabutan izin ini adalah faktor lingkungan.

Menurut Bahlil, terdapat dugaan bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh keempat perusahaan tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan di wilayah Raja Ampat. Hal ini didasarkan pada laporan dari Menteri Lingkungan Hidup yang menyatakan adanya pelanggaran terhadap aturan lingkungan yang berlaku.

Polemik terkait pertambangan nikel di Raja Ampat memang tengah menjadi sorotan. Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, sebelumnya telah menyampaikan keluhan mengenai pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan, padahal 97 persen wilayah Raja Ampat merupakan daerah konservasi. Ia juga menyatakan keterbatasannya dalam menangani masalah ini karena kewenangan penerbitan dan pencabutan izin berada di pemerintah pusat.

Aktivis Greenpeace Indonesia bersama sejumlah pemuda Papua juga telah melakukan protes terhadap keberadaan tambang nikel di Raja Ampat saat acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta. Mereka membentangkan spanduk yang berisi penolakan terhadap pertambangan nikel di Papua, khususnya di Raja Ampat.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga telah menemukan pelanggaran serius terkait kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat selama proses pengawasan yang dilakukan pada tanggal 26 hingga 31 Mei 2025. Pengawasan tersebut dilakukan terhadap PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).