Subsidi 18 Meter: Bukan Solusi Kota?

keepgray.com – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menanggapi sorotan terkait wacana rumah subsidi minimal 18 meter persegi. Maruarar menjelaskan bahwa rencana ini muncul setelah mendengar berbagai aspirasi dari masyarakat.

Maruarar mengungkapkan bahwa selama ini rumah subsidi dengan ukuran 60 meter persegi umumnya tidak berada di wilayah perkotaan karena harga lahan yang tinggi. Ia menyampaikan hal ini di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, pada Rabu (18/6/2025).

“Saya sudah bertemu dengan banyak ekosistem, termasuk konsumen. Kita perlu mendengarkan konsumen agar tahu apa yang mereka inginkan. Konsumen juga menginginkan tempat yang tidak terlalu jauh dari kota,” ujarnya.

Ia mencontohkan bahwa rumah subsidi sulit ditemukan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung karena harga tanah yang mahal. Selama ini, ukuran standar rumah subsidi adalah 60 meter persegi dengan dua kamar, yang umumnya terletak di luar perkotaan.

Maruarar menjelaskan bahwa usulan rumah subsidi minimal 18 meter persegi bertujuan untuk menyediakan rumah bagi masyarakat, terutama generasi milenial, di perkotaan. Menurutnya, banyak dari mereka yang lebih mengutamakan tempat tinggal yang layak dan tidak kumuh, meskipun tidak terlalu besar.

“Supaya ada rumah kebanyakan buat millenial yang ada di perkotaan. Kan begitu. Karena selama ini saya dengar juga mereka yang paling penting tempatnya layak. Tidak kumuh. Tidak usah terlalu besar juga tidak apa-apa. Kita dorong dong wacana ini ke publik,” jelasnya.

Sebagai informasi, Kementerian PKP berencana mengubah batasan luas minimal rumah subsidi. Hal itu tertera dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 tentang Batasan Luas Lahan, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan. Dalam aturan itu, tertera bahwa minimal luas tanah untuk rumah tapak menjadi 25 meter persegi dan yang paling tinggi 200 meter persegi. Sementara untuk luas bangunannya, diubah menjadi minimal 18 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi.

Aturan sebelumnya, yang tertuang dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, menetapkan luas bangunan rumah subsidi minimal 21 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi, dengan luas tanah minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi.

Rencananya, rumah subsidi dengan luas minimal 18 meter persegi akan diterapkan di wilayah perkotaan, sementara wilayah perdesaan tetap mengikuti aturan yang lama. Rumah subsidi berukuran 18 meter persegi ini ditujukan bagi individu lajang atau pasangan suami istri dengan satu anak.

Maruarar juga menambahkan bahwa anggaran untuk rumah subsidi tahun ini mencakup 350 ribu unit, di mana setiap unitnya melibatkan lima orang pekerja. “Berarti ada orang yang bekerja 350.000 rumah subsidi dikali 5, sekitar 1.650.000 orang,” ungkapnya. Ia menegaskan bahwa usulan ini masih dalam tahap pembahasan dan belum ada keputusan final dari kementerian.