Strategi China Kuasai Drone Tempur Dunia

keepgray.com – Dari Timur Tengah hingga Asia Tenggara dan Afrika, pemerintah serta militer di seluruh dunia secara signifikan meningkatkan kepemilikan dan penggunaan drone tempur buatan Tiongkok di medan perang. Pesawat tanpa awak ini tidak hanya digunakan untuk pengintaian tetapi juga mampu melancarkan serangan rudal udara-ke-permukaan, menjadikannya komponen krusial dalam konflik global terkini.

Di Yaman, koalisi pimpinan Saudi telah mengerahkan pesawat tanpa awak (UAV) asal Tiongkok sebagai bagian dari kampanye udara yang menghancurkan, menyebabkan lebih dari 8.000 warga sipil Yaman tewas dalam delapan tahun terakhir. Sementara itu, di Irak, pihak berwenang mengklaim bahwa drone Tiongkok digunakan untuk melakukan lebih dari 260 serangan udara terhadap target ISIL (ISIS) hingga pertengahan 2018, dengan tingkat keberhasilan yang dilaporkan hampir 100 persen.

Situasi serupa terjadi di Myanmar, di mana militer, yang dipersenjatai dengan drone Tiongkok, telah melancarkan ratusan serangan udara terhadap warga sipil dan kelompok etnis bersenjata yang menentang perebutan kekuasaan dua tahun lalu. Di Ethiopia, armada drone Tiongkok, Iran, dan Turki milik Perdana Menteri Abiy Ahmed terbukti sangat penting dalam membantu pasukannya menggagalkan pergerakan pemberontak pada tahun 2021 yang mengancam akan menggulingkan pemerintahannya. Pembeli lain dari drone tempur Tiongkok termasuk Maroko, Mesir, Aljazair, Uni Emirat Arab (UEA), Pakistan, dan Serbia.

Menurut data dari Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), sebuah lembaga yang melacak transfer senjata global, Tiongkok telah mengirimkan sekitar 282 drone tempur ke 17 negara dalam dekade terakhir. Angka ini menjadikan Tiongkok sebagai pengekspor pesawat bersenjata terkemuka di dunia. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat, meskipun memiliki UAV paling canggih di dunia, hanya mengirimkan 12 drone tempur dalam periode yang sama, yang semuanya dikirimkan ke Prancis dan Inggris. Namun, perlu dicatat bahwa AS masih memimpin dalam ekspor drone pengintai tanpa senjata.

Dominasi Tiongkok di pasar global untuk drone tempur selama dekade terakhir sebagian besar didorong oleh upaya besar yang didanai negara untuk meningkatkan angkatan bersenjata negara itu ke “standar kelas dunia.” Presiden Tiongkok Xi Jinping sendiri menggambarkan drone sebagai pesawat yang mampu “mengubah skenario perang secara mendalam” dan berjanji selama Kongres Partai Komunis tahun lalu untuk “mempercepat pengembangan kemampuan tempur cerdas dan tak berawak.”

John Schaus, seorang peneliti senior di Center for Strategic and International Studies (CSIS), menjelaskan bahwa pesawat tanpa awak merupakan bagian penting dari konsep peperangan berbasis informasi Tiongkok. “Kemampuan canggih seperti ini memungkinkan Tiongkok untuk melakukan misi jauh dari perbatasannya dengan risiko infrastruktur atau politik yang jauh lebih sedikit daripada jika personel militernya hadir secara fisik,” ujarnya. Meskipun Tiongkok tidak dikenal telah melakukan serangan drone di luar wilayahnya, negara tersebut mengerahkan pesawat tempur tersebut dalam latihan di sekitar Taiwan pada bulan September setelah kunjungan Ketua DPR AS saat itu, Nancy Pelosi, ke pulau tersebut. Tiongkok menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk menguasai pulau itu.