keepgray.com – Indonesia dipastikan gagal merampungkan negosiasi tarif impor dengan Amerika Serikat (AS) dalam waktu 60 hari.
Kepastian ini muncul setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim baru ada satu negara yang berhasil menyelesaikan kesepakatan dengan AS. Sri Mulyani juga menyampaikan kekhawatiran terkait nasib Indonesia yang terancam tarif impor 32 persen.
“Amerika Serikat menyampaikan apa yang disebut policy pada saat Liberation Day adalah penerapan tarif kepada lebih dari 60 negara di dunia,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6).
Sri Mulyani menambahkan, hingga saat ini, baru satu negara yang secara resmi diumumkan oleh Presiden Trump telah memperoleh persetujuan dari sisi kebijakan perdagangan bilateral. Kesepakatan ini, menurutnya, menimbulkan ketidakpastian karena tenggat waktu 90 hari semakin mendekat, yaitu pada Juli 2025. Negara yang dimaksud oleh Sri Mulyani adalah Inggris, sejalan dengan pertemuan antara Trump dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.
Selain itu, Menteri Keuangan juga menyoroti belum adanya kepastian terkait hubungan antara Amerika Serikat dan China. Meskipun ada inisiatif negosiasi dari kedua belah pihak, belum tercapai persetujuan yang dapat mengurangi ketegangan perdagangan.
Tarif resiprokal AS ditetapkan oleh Presiden Donald Trump pada 2 April 2025. Implementasinya kemudian ditunda selama 90 hari sejak 9 April 2025 untuk membuka ruang negosiasi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang memimpin delegasi Indonesia, telah bertemu dengan sejumlah pejabat AS sejak 17 April 2025, termasuk Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, Menteri Keuangan AS Scott Bessent, dan Pejabat USTR Duta Besar Jamieson Greer. Airlangga mengklaim bahwa Indonesia dan AS sepakat untuk menyelesaikan negosiasi dalam 60 hari.
Namun, hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai nasib Indonesia. Seharusnya, status Indonesia sudah jelas pada hari ini jika perundingan selesai dalam 60 hari. Batas akhir penundaan tarif resiprokal adalah 8 Juli 2025.
“Itu kan rencananya 8 Juli (batas akhir penundaan tarif resiprokal AS). Indonesia sendiri kan sudah men-submit apa yang diminta Amerika (persyaratan negosiasi tarif impor Trump),” jelas Airlangga di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (13/6).
Airlangga menambahkan bahwa dalam pertemuan terakhir dengan USTR, mereka menganggap bahwa dokumentasi dari Indonesia sudah lengkap dan tinggal diserahkan kepada pemimpin, baik Presiden Prabowo maupun Presiden Trump.