keepgray.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) mempertimbangkan opsi menggelar sidang in absentia terhadap Gabor Kuti (GK), CEO Navayo International AG, tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit Navayo atau user terminal satelit slot orbit 123 BT (bujur timur) Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2016. Hal ini disebabkan ketidakhadiran tersangka saat dipanggil oleh penyidik.
Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) M Ali Ridho menyatakan bahwa perkara ini telah memasuki tahap penyidikan. Pihaknya telah memanggil sejumlah saksi dan tersangka untuk dimintai keterangan.
“Ya, yang di luar negeri juga sudah kita panggil, dan kita panggil dengan mekanisme yang ada. Mekanismenya, kita berkomunikasi dengan bidang biro hukum di sini, kemudian dengan Kementerian Luar Negeri. Karena pemanggilan warga negara asing yang dijadikan tersangka harus disampaikan melalui Kementerian Luar Negeri,” ujar Ali Ridho kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (20/6/2025).
Gabor Kuti, yang merupakan warga negara Hungaria, memerlukan mekanisme khusus untuk proses pemanggilannya. Menurut Ali Ridho, tersangka telah dipanggil sebanyak tiga kali, namun tidak pernah hadir.
“Sudah tiga kali (dipanggil). Selama pemanggilan-pemanggilan itu, mereka tidak ke sini,” jelasnya.
Menanggapi ketidakhadiran tersebut, Ali Ridho menyatakan bahwa sidang in absentia dapat menjadi solusi. “Kalau misalnya dipanggil pada masanya nggak pernah datang, ya kita kan bisa sidang dengan cara in absentia. Yang penting kan kita sudah patut memanggil tersangka yang di luar negeri,” katanya.
Menurut hukum acara, pemanggilan tersangka dapat dilakukan maksimal tiga kali. Jika pada panggilan keempat tersangka tetap tidak hadir, jaksa dapat melanjutkan proses penanganan perkara, termasuk dengan opsi in absentia.
“Yang penting kami sudah patut memanggil tersangka yang di luar negeri. Karena kalau hanya menunggu terus, enggak rampung-rampung. Kalau enggak datang-datang, enggak selesai-selesai perkara Navayo ini,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyoroti kasus Navayo International AG dengan Kementerian Pertahanan RI. Yusril menyebutkan bahwa aset pemerintah Indonesia di Prancis terancam disita setelah Kementerian Pertahanan RI kalah dalam sengketa.
Dalam kasus ini, Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD memenangkan gugatan melawan Kemhan RI di International Chambers of Commerce (ICC) Singapore, dengan Kemhan dihukum membayar denda ratusan miliar rupiah.
Navayo merupakan perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum negara Liechtenstein. Pada tahun 2015, Kemhan menyewa satelit untuk mengisi kekosongan di slot orbit 1230 BT. Namun, sewa tersebut bermasalah hingga Kemhan memilih untuk tidak membayar biaya sewa.
Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD kemudian mengajukan gugatan ke ICC Singapore dan dikabulkan. Kemhan dihukum membayar denda sebesar USD 103.610.427.89.
Pada tahun 2022, perusahaan asal Eropa tersebut mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Prancis untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris, Prancis. Pada tahun 2024, pengadilan Prancis memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas hak dan properti milik pemerintah Indonesia di Paris, termasuk rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI.
Yusril berpendapat bahwa penyitaan aset negara di luar negeri menyalahi Konvensi Wina mengenai hubungan diplomatik. Pemerintah akan melakukan upaya untuk menghambat eksekusi tersebut.
Yusril juga menyebutkan adanya aspek pidana terkait persoalan dengan Navayo yang tengah diproses oleh Kejaksaan Agung. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pihak Navayo diduga melakukan wanprestasi, yakni tidak memenuhi kewajibannya.
“Menurut perhitungan oleh pihak BPKP, pekerjaan yang sudah dilakukan oleh pihak Navayo itu hanya sejumlah Rp 1,9 miliar. Jauh sekali dari apa yang diperjanjikan oleh Kementerian Pertahanan dengan mereka. Tapi, ketika kita kalah di arbitrase Singapura, kita harus membayar dalam jumlah yang sangat besar,” katanya.
Kejaksaan Agung juga telah melakukan proses hukum terhadap pihak-pihak yang terkait tindak pidana korupsi dalam pengadaan satelit tersebut. Yusril mengatakan bahwa pihak Navayo tidak pernah mengindahkan pemanggilan Kejagung.
“Pihak Navayo itu sudah berapa kali dipanggil oleh Kejaksaan Agung, tapi tidak kunjung hadir untuk diperiksa sebagai terperiksa maupun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini,” pungkas Yusril.