keepgray.com – Ada sejumlah alasan mengapa saham blue chip menjadi incaran para investor pasar modal. Saham blue chip, atau saham lapis satu, memiliki kapitalisasi pasar yang besar dan ramai diperdagangkan.
Saham ini kerap menjadi pemimpin pasar (market leader) di sektornya. Perusahaan blue chip umumnya telah lama eksis di pasar modal, mencatatkan laba besar, dan rutin membagikan dividen. MNC Sekuritas menjelaskan bahwa saham jenis ini sering dijadikan opsi ‘main aman’ oleh investor pemula karena likuiditasnya yang tinggi. Semakin banyak kepemilikan publik, sahamnya semakin likuid.
“Saham yang masuk ke dalam kategori blue chip biasanya juga sudah cukup lama terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan jangka waktu minimal 5 tahun,” tulis MNC Sekuritas, dikutip Kamis (19/6).
Istilah blue chip berasal dari permainan poker, di mana keping biru memiliki nilai lebih tinggi. Istilah ini kemudian populer di dunia saham pada 1923 berkat Oliver Gingold dari Dow Jones, yang melihat tren saham bernilai US$200 atau lebih menarik investor.
OCBC Sekuritas menambahkan bahwa kapitalisasi pasar saham blue chip biasanya di atas Rp10 triliun dan memiliki volatilitas harga yang tidak tinggi, sehingga cocok untuk investasi jangka panjang. Investor dapat memperoleh capital gain dan dividen setiap tahunnya.
Investor terkadang menyamakan saham blue chip dengan indeks LQ45, namun anggapan ini tidak sepenuhnya tepat. Saham dalam indeks LQ45 mungkin hanya ramai diperdagangkan, tetapi belum tentu merupakan pemimpin pasar.
Oleh karena itu, penting untuk memeriksa karakteristik saham blue chip secara detail, seperti rasio utang dan aset yang stabil. Contohnya, saham blue chip di sektor perbankan umumnya memiliki debt to equity ratio (DER) tidak lebih dari 15 persen. Saham blue chip juga terkenal memiliki kinerja solid, sehingga hanya dimiliki oleh perusahaan yang mencetak laba rutin setiap tahunnya.