RSUD DKI: Maksimalkan BLUD untuk Pelayanan BPJS

keepgray.com – Sejumlah warga Jakarta mengeluhkan pelayanan BPJS Kesehatan yang buruk di beberapa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), meliputi antrean panjang, pelayanan lambat, dan proses rujukan berbelit. Kondisi ini membuat pasien merasa tidak mendapatkan hak pelayanan yang layak.

Keluhan ini disoroti oleh Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth. Ia menegaskan bahwa RSUD sebagai fasilitas kesehatan milik pemerintah wajib memberikan pelayanan optimal dan tidak boleh menolak pasien BPJS Kesehatan dengan alasan apa pun.

“Saya sering menerima aduan bahwa beberapa RSUD di Jakarta tampak tidak ramah terhadap pasien BPJS. Ada yang dipersulit, bahkan ada yang ditolak dengan alasan administrasi atau ketiadaan kamar. Ini tidak boleh terjadi lagi di fasilitas kesehatan milik Pemerintah DKI Jakarta,” ujar Kenneth dalam keterangannya, Jumat (11/7/2025).

Kenneth menjelaskan bahwa Undang-Undang Kesehatan (UU Kesehatan) Nomor 17 Tahun 2023, khususnya Pasal 174 ayat (2), menegaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit, tidak boleh menolak pasien gawat darurat dengan alasan apapun, termasuk masalah administrasi. Penolakan pasien gawat darurat dapat berakibat sanksi hukum, termasuk sanksi pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 190 UU Kesehatan.

“RSUD itu dibangun dan dibiayai oleh uang rakyat. Maka sudah seharusnya mereka melayani rakyat dengan maksimal, bukan justru malah membeda-bedakan pasien umum dan pasien BPJS, apalagi menolak dalam melayani Pasien BPJS. Ini soal tanggung jawab sosial dan moral,” ucap Kenneth.

Dalam Pembahasan Rancangan Perubahan Kebijakan Umum APBD Serta Rancangan Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun 2025, Dinas Kesehatan DKI mengusulkan peningkatan anggaran untuk beberapa RSUD, yang akan digunakan untuk pengadaan peralatan medis baru, perbaikan infrastruktur rawat inap, serta penguatan layanan gawat darurat, sebesar Rp.3.377.583.529.856. Selain itu, anggaran pendapatan pelayanan BLUD RSUD di Jakarta tercatat senilai Rp.3.344.659.483.588.

Kenneth menilai bahwa pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau pendapatan RSUD dari jasa layanan kesehatan, sebaiknya tidak digunakan untuk keperluan pengadaan dan perbaikan infrastruktur. Menurutnya, pendapatan tersebut akan lebih baik dimaksimalkan untuk mendukung penguatan operasional dan harus menyentuh sektor pelayanan publik yang paling mendesak, salah satunya pelayanan BPJS Kesehatan.

“Anggaran pendapatan pelayanan BLUD RSUD di Jakarta yang sebesar Rp3 triliun lebih, seharusnya bisa dikelola anggarannya untuk memaksimalkan operasional dan pelayanan RSUD apalagi terkait pelayanan BPJS. Pada prinsipnya, dana BLUD ini harus lebih difokuskan ke bentuk pelayanan kesehatan khususnya pelayanan BPJS, operasional RS, gaji dokter dan perawat. Jangan malah dialihkan ke biaya renovasi atau penambahan ruangan hingga bangun gedung,” tegas Kenneth.

Kenneth juga mendorong Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap standar pelayanan di seluruh RSUD dan meminta adanya sanksi tegas bagi rumah sakit yang melanggar prinsip universal health coverage.

“Prinsip JKN itu gotong royong. Pemerintah harus hadir dalam menjamin kesehatan warganya, dan RSUD sebagai ujung tombak pelayanan tidak boleh abai. Kalau ada RSUD yang pilih-pilih pasien, menurut saya itu pelanggaran. Saya akan terus mengawal dan memastikan seluruh fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah tidak mengesampingkan hak-hak pasien BPJS,” tegas Ketua IKAL PPRA LXII Lemhannas RI tersebut.

Kenneth menekankan bahwa RSUD harus memberikan perlakuan yang setara antara pasien umum dan peserta BPJS, mengingat anggaran RSUD juga bersumber dari dana publik yang wajib dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan terbaik. Ia juga menyoroti pentingnya perbaikan pelayanan agar tidak ada lagi keluhan masyarakat saat berobat.

“Jadi, jangan ada lagi alasan-alasan lah, khusus terkait pelayanan BPJS ini nanti mungkin kamarnya nggak ada lah, ini apa nggak ada lah, ini nggak bisa lah, itu nggak bisa. Saya berharap kedepannya jangan ada lagi drama drama seperti ini seperti contoh kamar penuhlah dan lain-lainnya,” tuturnya.

Kenneth menambahkan, meski program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan telah berjalan lebih dari satu dekade, kualitas pelayanan di tingkat fasilitas kesehatan daerah masih menjadi tantangan. Ia berkomitmen untuk terus mengawal anggaran kesehatan agar bisa lebih tepat sasaran, dan memastikan seluruh fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah tidak mengesampingkan hak-hak pasien BPJS.