Rokok: Pilar Ekonomi Nasional? (Bamsoet)

keepgray.com – Anggota DPR RI, Bambang Soesatyo, mengunjungi pabrik rokok HS di Magelang, Jawa Tengah, dan menyatakan bahwa industri rokok di Indonesia telah lama menjadi pilar penting dalam menunjang perekonomian nasional. Di tengah regulasi yang semakin ketat dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya kesehatan akibat merokok, kontribusi sektor ini terhadap pendapatan negara dan penyerapan tenaga kerja sulit diabaikan. Lebih dari 6 juta orang terlibat dalam industri rokok, baik sebagai petani, pekerja pabrik, maupun pedagang, sehingga sektor ini berdampak signifikan terhadap kesejahteraan banyak keluarga di seluruh Indonesia.

Bamsoet menjelaskan bahwa industri rokok memiliki peran kompleks dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini memberikan kontribusi signifikan dalam hal pendapatan dan lapangan kerja, namun tantangan kesehatan dan kebijakan yang semakin ketat menuntut inovasi dan penyesuaian dari para pelaku industri. Ia menekankan pentingnya pemerintah dan kalangan industri untuk bersama-sama mencari solusi berkelanjutan agar aspek perekonomian dan kesehatan masyarakat dapat terjaga dengan baik.

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini juga mengungkapkan bahwa data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2024 mencapai lebih dari Rp 232 triliun, menjadikannya penyumbang terbesar dalam kategori cukai, mencakup sekitar 9-10% dari total pendapatan negara. Pendapatan dari cukai tersebut digunakan untuk mendanai berbagai program publik, termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), melalui skema earmarking Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).

Selain penerimaan negara, sektor ini juga membuka jutaan lapangan kerja. Di hilir, terdapat ratusan ribu buruh pelinting yang bekerja di pabrik-pabrik rokok manual, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di hulu, jutaan petani tembakau dan cengkeh menggantungkan nasibnya pada keberlanjutan industri ini. Sektor distribusi, logistik, warung kelontong, dan pengecer juga merasakan manfaat ekonomi dari penjualan rokok.

Bamsoet menyoroti bahwa industri rokok kini menghadapi tekanan yang tidak ringan. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2024 sebesar rata-rata 10 persen memicu kekhawatiran akan melonjaknya peredaran rokok ilegal. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat sepanjang tahun 2023 berhasil menggagalkan penyelundupan lebih dari 600 juta batang rokok ilegal, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 820 miliar. Tingginya tarif cukai yang tidak diimbangi dengan pengawasan ketat di lapangan berisiko menekan produsen legal dan memberi celah bagi pasar rokok ilegal untuk tumbuh subur.

Tekanan dari kampanye global anti tembakau dan regulasi nasional yang semakin ketat, termasuk wacana revisi PP 109/2012 yang memperluas larangan iklan dan promosi rokok, juga menjadi tantangan. Menurut Bamsoet, jika tidak dibarengi dengan kajian dampak ekonomi yang komprehensif, kebijakan tersebut berpotensi mengikis sektor padat karya dan mengganggu ekosistem usaha kecil yang bergantung pada distribusi rokok.

Bamsoet menekankan bahwa ke depan yang dibutuhkan bukan hanya regulasi yang tegas, tetapi juga kebijakan yang adil, akomodatif, dan berbasis data. Regulasi perlu diarahkan tidak hanya untuk pengendalian konsumsi rokok semata, namun juga untuk menjaga keberlangsungan ekonomi, pendapatan fiskal, dan perlindungan terhadap kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada industri ini.

Sebagai informasi tambahan, Rokok HS merupakan rokok yang diproduksi oleh Surya Group Holding Company milik pengusaha muda Muhammad Suryo. Rokok HS yang diproduksi di Magelang, Jawa Tengah, adalah merek rokok kretek yang sedang naik daun di Indonesia, dengan beberapa varian rasa seperti HS Original, HS Slim, dan HS Click dengan rasa beragam buah-buahan. Rokok HS juga dikenal sebagai produk legal yang mendukung perekonomian dan mengurangi peredaran rokok ilegal.