keepgray.com – Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), aktif mendorong kerja sama internasional yang berfokus pada kelompok rentan di dunia kerja. Dalam pertemuan bilateral dengan Pemerintah Swiss di sela-sela Konferensi Perburuhan Internasional (ILC) ke-113 di Jenewa, Indonesia membuka peluang kerja sama yang menyasar penyandang disabilitas, generasi muda, dan pekerja di sektor hijau.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli menugaskan delegasi teknis yang terdiri dari Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri; Dirjen Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, Fahrurozi; Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Agatha Widianawati; dan Sekretaris Ditjen Binapenta dan PPK, Eva Trisiana. Sementara delegasi Swiss dipimpin oleh Kepala Direktorat Ketenagakerjaan SECO, Jérôme Cosandey.
Yassierli menekankan bahwa kerja sama ini harus memberikan dampak langsung dan afirmasi, terutama bagi penyandang disabilitas yang sering menghadapi hambatan dalam dunia kerja, sekaligus mempromosikan akses inklusif pada kemandirian ekonomi.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia menyampaikan tiga prioritas utama untuk kerja sama, yaitu peningkatan akses kerja bagi penyandang disabilitas dan kelompok rentan, penguatan program pemagangan nasional untuk generasi muda, dan pengembangan keterampilan tenaga kerja di sektor energi terbarukan (green jobs).
Indonesia juga mengusulkan digitalisasi layanan ketenagakerjaan publik yang lebih inklusif, termasuk peningkatan kapasitas petugas pengantar kerja, penguatan sistem pembayaran upah digital, dan perluasan akses keuangan untuk wirausaha muda binaan Kemnaker.
Salah satu bentuk kerja sama konkret yang dibahas adalah kelanjutan proyek Renewable Energy Skills Development (RESD) yang telah dilaksanakan sejak 2020 di sejumlah Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) di berbagai daerah. Program ini bertujuan menyiapkan tenaga kerja terampil di bidang energi surya, hidro, dan hybrid untuk mendukung transisi energi Indonesia dan pencapaian target nasional pengurangan emisi karbon. Yassierli mengharapkan dukungan Swiss dalam kelanjutan fase kedua program ini.
Selain itu, Indonesia tertarik dengan sistem pemagangan Swiss yang dinilai berhasil menjembatani pendidikan dan pelatihan vokasi dengan kebutuhan dunia kerja. Sistem ini tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga mengutamakan pendekatan budaya dan partisipasi keluarga, sehingga relevan untuk direplikasi di Indonesia.
Kedua negara juga menjajaki kerja sama antar lembaga vokasi di bidang teknologi dan kecerdasan buatan (AI) untuk mempersiapkan SDM Indonesia menghadapi tantangan transformasi digital global.
Sebagai tindak lanjut, kedua negara akan menyelenggarakan Labour Tripartite Dialogue ke-5 pada 21-24 Oktober 2025 di Bern, Swiss. Forum ini akan menyatukan unsur pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk membahas Roadmap Kerja Sama 2025-2026 dan menyusun rencana aksi yang konkret dan terukur.
Yassierli menyimpulkan bahwa kerja sama bilateral ini adalah instrumen strategis untuk mendorong ketenagakerjaan yang lebih adil, adaptif, dan inklusif, sesuai dengan arah pembangunan Indonesia ke depan.