Restitusi Tak Dibayar, Hak Narapidana Dipangkas?

keepgray.com – Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Brigjen Pol (Purn) Achmadi, mengusulkan agar mekanisme pemberian restitusi kepada korban diatur lebih jelas dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Usulan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).

Achmadi mengusulkan perubahan pada Pasal 175 ayat 7 Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP. Ia mengusulkan agar terpidana yang tidak dapat membayar biaya restitusi tidak memiliki hak sebagai warga binaan. “Usulan Pasal 175 mekanisme pemberian restitusi, ayat 7 diubah sebagai berikut, huruf (a) jika harta kekayaan terpidana yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat 5 tidak mencukupi biaya restitusi, terpidana dikenai pidana penjara pengganti tidak melebihi pidana pokoknya, dan/atau huruf (b) tidak berhak mendapatkan haknya sebagai warga binaan,” kata Achmadi.

Achmadi menjelaskan bahwa jika terpidana tidak dapat menjalankan putusan restitusi, hal tersebut dapat diakomodasi dalam revisi KUHAP. Pasal 81 hingga 83 KUHP telah memberikan pedoman bagi penegak hukum dalam menjalankan putusan restitusi. “Untuk itu dalam menegakkan eksekusi putusan restitusi juga perlu memuat substansi yang dapat mendorong pelaku untuk bisa membayar restitusi, salah satunya melalui pidana pengganti dan hilangnya hak terpidana ketika menjadi warga binaan,” jelasnya.

Selain itu, Achmadi mengusulkan penambahan pada Pasal 172 ayat 2 terkait komponen ganti kerugian, yakni penambahan huruf d mengenai ganti kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana. Menurutnya, tidak semua komponen ganti kerugian dapat dilihat dari sudut pandang penderitaan yang berkaitan langsung dengan tindak pidana yang dialami korban. Terdapat komponen lain yang sering ditemukan menjadi kebutuhan penggantian yang harus dibayarkan oleh pelaku, namun tidak berkaitan langsung dengan peristiwa yang dialami.

“Melainkan implikasi dari proses hukum yang dijalani oleh korban, sebagai contoh penggantian biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum,” sambungnya.

Achmadi juga mengusulkan adanya penambahan pada Pasal 173. Ia berpendapat bahwa revisi KUHAP perlu mengatur terkait pengajuan restitusi oleh korban. “Pasal 173 pemberitahuan kepada korban terkait restitusi ditambahkan satu ayat, ayat 2 restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh korban keluarga dan atau ahli warisnya kepada pengadilan,” tuturnya.

Menurutnya, kejelasan hukum acara restitusi akan memberikan kejelasan bagi korban untuk memperoleh hak restitusi mereka, serta menjadi panduan bagi aparat penegak hukum dalam memberikan informasi kepada korban terkait mekanisme restitusi, yang diawali permohonan. Oleh karena itu, KUHAP mendatang juga perlu mencantumkan subjek yang dapat mengajukan permohonan.