keepgray.com – Organisasi kemasyarakatan (ormas) GRIB Jaya diduga melakukan pungutan liar (pungli) terhadap sejumlah pedagang yang menyewa lapak di lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Penertiban lahan tersebut oleh pihak berwenang pada Sabtu (24/5) telah mengungkap praktik ilegal ini, di mana 17 orang terkait kasus tersebut telah diamankan.
Penertiban lahan BMKG ini dilakukan dengan bantuan petugas Satpol PP yang membongkar posko GRIB Jaya. Dari 17 orang yang diamankan dalam Operasi Berantas Jaya, 11 di antaranya merupakan anggota ormas GRIB Jaya, sementara enam lainnya mengklaim sebagai ahli waris lahan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menjelaskan bahwa mereka melakukan penguasaan lahan milik BMKG secara ilegal. Setelah menguasai lahan, mereka memberikan izin kepada sejumlah pengusaha lokal, termasuk pedagang pecel lele dan pemilik pasar hewan kurban, dengan memungut biaya secara liar. Pengusaha pecel lele disebut dipungut Rp 3,5 juta per bulan, sementara pedagang hewan kurban dikenakan biaya Rp 22 juta untuk menjajakan hewannya dari tanggal 10 Mei hingga Hari Raya Idul Adha.
Modus yang digunakan para anggota ormas ini adalah mengklaim penguasaan atas lahan tersebut dan menjanjikan keamanan serta kelancaran usaha bagi para pedagang. Uang pungutan tersebut, menurut Kombes Ade Ary, telah ditransfer ke rekening seorang berinisial Y, yang merupakan oknum ketua Ormas GRIB Jaya Tangerang Selatan.
Penertiban lahan tersebut berdampak langsung pada para pedagang yang menyewa lapak. Darmaji, pemilik lapak makanan laut, mengaku tidak mengetahui bahwa lahan yang disewanya ke GRIB Jaya merupakan milik BMKG. Ia telah membuka lapaknya selama sekitar lima bulan setelah ditawari oleh Ketua RT setempat. Darmaji rutin mentransfer uang sewa sebesar Rp 3,5 juta per bulan ke rekening Yani Tuanaya, yang dikenalnya sebagai Ketua GRIB. Uang tersebut, kata Darmaji, digunakan untuk biaya sewa dan listrik.
Pedagang sapi kurban, Ina Wahyuningsih, juga turut merasakan dampak penertiban ini. Ina memiliki 213 sapi yang ditempatkan di lahan tersebut sejak 10 Mei. Ia menjelaskan bahwa ia mencari lahan kosong dan terhubung dengan anggota GRIB bernama Keke (Ketua Ranting GRIB) dan Bang Jamal (Sekjen GRIB). Setelah berdiskusi dengan Ketua Yani, Ina diyakinkan bahwa lahan tersebut “aman” dan merupakan “kekuasaan kita lah” atau “ahli waris”. Negosiasi terjadi, dan Ina membayar Rp 22 juta ke Yani Tuanaya sebagai “uang koordinasi” untuk pengurusan dengan RT, RW, Lurah, dan Babinsa.
Akibat penertiban ini, kedua pedagang tersebut kini menghadapi ketidakpastian. Darmaji harus membongkar lapaknya dan pindah, sementara Ina mendapat keringanan untuk tetap berada di lokasi hingga Hari Raya Idul Adha tiba.