keepgray.com – Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi polemik usulan pemberian gelar pahlawan nasional untuk Presiden RI ke-2 Soeharto. Puan, yang juga putri Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, menyatakan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya berada di tangan Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
“Setiap usulan gelar itu ada dewan kehormatan atau dewan (gelar) untuk yang mengkaji siapa saja yang bisa menerima atau tidak menerima,” kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025). Ia menambahkan bahwa dewan tersebut yang berwenang mengkaji apakah usulan-usulan semacam itu sudah sebaiknya dilakukan, diterima, atau ditolak.
Pernyataan Puan ini muncul di tengah gelombang penolakan dari sejumlah aktivis tahun 1998. Mereka baru-baru ini menggelar diskusi untuk mengenang peristiwa Reformasi, di mana wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto menjadi salah satu sorotan utama.
Diskusi yang mengusung tema ‘Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjahat HAM?’ tersebut diselenggarakan pada Sabtu (24/5) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan. Salah satu perwakilan aktivis 98, Mustar Bonaventura, secara tegas menyatakan penolakan terhadap wacana tersebut.
“Ini adalah peringatan, bukan cuma berkumpul, tapi adalah peringatan. Menurut kami, adanya wacana atau ide akan dianugerahkan gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto, jelas kami bersepakat menolak,” ujar Mustar. Ia menjelaskan bahwa penolakan para aktivis 98 ini dilandasi pandangan bahwa wacana tersebut bertentangan dengan amanat reformasi yang telah diperjuangkan pada tahun 1998. “Kami keberatan dan ini adalah jauh dari nilai-nilai dari yang kita perjuangkan lahirnya dulu reformasi di tahun 98,” tegasnya.