keepgray.com – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, menanggapi dihilangkannya istilah “Orde Lama” dalam proyek penulisan ulang sepuluh jilid buku sejarah Indonesia oleh pemerintah. Puan mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dan tidak menghilangkan kejadian-kejadian yang telah menjadi bagian dari sejarah.
Berbicara di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (27/5/2025), Puan menyatakan, “Ya itu, apapun kalimatnya, apapun kejadiannya, jangan sampai kemudian ada yang tersakiti, jangan sampai ada yang kemudian dihilangkan, karenanya sejarah ya tetap sejarah. Jadi harus dikaji dengan baik dan harus dilakukan dengan hati-hati.” Puan menekankan perlunya kehati-hatian, transparansi, dan menghindari terburu-buru dalam proses penulisan ulang sejarah. “Harus dilakukan secara hati-hati, transparan, jangan terburu-buru, dan jangan kemudian menghapus sejarah yang ada, walaupun itu pahit, namun harus tetap disampaikan dengan transparan,” ujarnya. Ia menambahkan, “Jadi jas merah, jangan sekali-sekali merupakan sejarah, kalau memang ingin diperbaiki silahkan, tapi namanya sejarah apakah itu pahit, apakah itu baik, ya kalau memang diulang harus diulang dengan sebaik-baiknya.”
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon telah menjelaskan alasan di balik keputusan tidak digunakannya istilah “Orde Lama” dalam buku sejarah yang sedang disusun. Menurut Fadli, pemerintah sebelum era Orde Baru (Orba) tidak pernah secara resmi menyebut diri mereka sebagai “Orde Lama”.
“Jadi sebenarnya itu para sejarawan yang membuat ya, kalau kita lihat istilah Orde Lama, pemerintahan Orde Lama, tidak pernah menyebut dirinya Orde Lama, kalau Orde Baru memang menyebut itu adalah Orde Baru,” kata Fadli seusai rapat di Komisi X DPR kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (26/5). Fadli menuturkan bahwa perubahan istilah ini dilakukan untuk menghadirkan perspektif yang lebih netral dan inklusif dalam narasi sejarah yang baru, sekaligus memberikan konotasi yang lebih positif. “Jadi sebenarnya itu juga perspektif yang kita ingin membuat lebih inklusif, lebih netral,” ungkapnya, seraya menambahkan, “Yang menyebut Orde Lama itu siapa? Orde Baru ya kan?”