keepgray.com – Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan untuk mencabut empat dari lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di kawasan Raja Ampat, Papua Barat.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pencabutan ini dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan dan telah disetujui oleh Presiden Prabowo. Keputusan ini diumumkan dalam konferensi pers pada Selasa (10/6).
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa keempat perusahaan yang izinnya dicabut adalah PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham. Sementara itu, IUP yang dipegang oleh PT Gag Nikel tetap dipertahankan.
Menurut Bahlil, PT Gag Nikel tetap mempertahankan IUP-nya karena hasil evaluasi menyeluruh terhadap aspek lingkungan dan teknis menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak melakukan pelanggaran. Peninjauan di lapangan juga mengindikasikan bahwa kegiatan penambangan berjalan sesuai ketentuan dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan.
Bahlil menambahkan bahwa PT Gag Nikel telah memiliki izin berupa Kontrak Karya (KK) sejak tahun 1998, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Eksplorasi pertama dilakukan pada 1999-2002, diikuti perpanjangan tahap eksplorasi pada 2006-2008, tahap konstruksi pada 2015-2017, dan produksi dimulai pada 2018.
Menanggapi keputusan ini, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik, menyatakan bahwa pencabutan empat IUP ini adalah kabar baik untuk melindungi Raja Ampat dari ancaman industri nikel. Namun, ia menekankan bahwa keputusan ini belum sepenuhnya mengikat sebelum ada aturan resmi yang ditetapkan, seperti Keputusan Presiden (Keppres).
Greenpeace Indonesia juga menuntut agar pemerintah mencabut semua izin pertambangan di pulau-pulau di seluruh Indonesia untuk memastikan tidak ada lagi kerusakan lingkungan di masa depan. Kiki menambahkan bahwa izin yang sudah dicabut dapat diterbitkan kembali karena gugatan dari perusahaan, sehingga perlindungan penuh dan permanen untuk seluruh ekosistem Raja Ampat sangat diperlukan.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bhaktiar, menilai bahwa keputusan pemerintah sudah tepat, tetapi mempertahankan satu izin perusahaan saja dapat menimbulkan kecemburuan. Ia menyarankan agar pemerintah mencabut semua izin pertambangan di wilayah tersebut demi menjaga Raja Ampat tetap alami.
Bisman berpendapat bahwa pencabutan izin ini tidak akan mempengaruhi nilai investasi yang masuk ke Indonesia karena keputusan tersebut diambil untuk melindungi wilayah khusus yang merupakan objek wisata atau ecopark. Ia juga menambahkan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut izin pertambangan di wilayah khusus berdasarkan pelanggaran UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau Kecil, UU Lingkungan Hidup, dan Putusan Mahkamah Konstitusi.
Bisman menekankan perlunya pembenahan pada aspek penetapan Wilayah Pertambangan yang selaras dengan tata ruang nasional dan perlunya pengawasan yang ketat terhadap proses pemberian IUP dan operasi pertambangan. Ia juga menegaskan bahwa pemerintah harus konsisten menempatkan aspek perlindungan lingkungan hidup dan ekologis sebagai dasar utama dalam pengelolaan usaha pertambangan.