Polri: Preman Sasar Objek Vital, Incar Proyek Limbah B3

keepgray.com – Polri kini gencar memberantas aksi premanisme di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya di area permukiman dan bisnis, tetapi juga di kawasan objek vital nasional. Upaya ini diungkapkan dalam rangka memastikan keamanan dan ketertiban di sektor-sektor strategis.

Direktur Pengamanan Objek Vital (Dirpamobvit) Korsabhara Baharkam Polri, Brigjen Suhendri, menjelaskan bahwa pihaknya secara berkala melaksanakan audit sistem manajemen pengamanan di objek vital. Langkah ini merupakan amanat dari Keputusan Presiden RI Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional.

“Inilah yang kita terapkan saat ini di objek vital nasional. Kita melaksanakan audit sistem manajemen pengamanan di objek vital nasional, apakah objek vital nasional tersebut sudah memiliki atau mengimplementasikan sistem tersebut sesuai dengan standar Polri,” terang Suhendri kepada wartawan di Grandhika, Jakarta Selatan, Selasa (27/5/2025).

Menurut Suhendri, dengan penerapan Sistem Manajemen Pengamanan (SMP) yang efektif oleh pengelola objek vital, aksi premanisme dapat dideteksi sejak dini, sehingga upaya pencegahan bisa segera dilakukan.

Namun, Suhendri juga menyoroti perkembangan modus operandi premanisme yang semakin bervariasi. Tidak lagi terbatas pada pungutan liar (pungli) dan pemalakan, premanisme kini merambah ke permintaan proyek, seperti pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

“Belakangan ini juga berkembang, aksinya itu berubah minta proyek seperti kami pernah diundang oleh Kementerian Perindustrian terkait, ada yang minta ikut mengelola limbah B3 di suatu objek vital nasional,” cerita Suhendri.

Padahal, pihak yang mengajukan permintaan tersebut disinyalir tidak memenuhi persyaratan pengelolaan limbah B3 yang ketat, mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor 3 Tahun 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Perusahaan yang menjadi korban praktik ini kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.

Meskipun pentingnya penerapan SMP objek vital sangat ditekankan, Suhendri mengungkapkan bahwa hingga kini baru sekitar 4 persen dari total objek vital yang terdata yang telah menerapkan sistem tersebut dan bekerja sama dengan Polri.

“Kita punya datanya, dari 1.997 objek vital nasional yang terdata di direktorat kami, itu baru sekitar 4 persennya yang mau atau sudah bekerja sama dengan Polri,” ungkap Suhendri. Ia menambahkan bahwa dari ribuan objek vital tersebut, hanya 80 perusahaan yang telah bersertifikat SMP dari Polri, menunjukkan jumlah yang sangat minim.