keepgray.com – PT Pertamina (Persero) menyatakan kesiapannya dalam menghadapi potensi dampak dari serangan Israel ke Iran, termasuk kemungkinan lonjakan harga minyak dunia.
VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menjelaskan bahwa kontrak impor minyak mentah yang dimiliki Pertamina saat ini bersifat lebih fleksibel. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk mengubah sumber impor minyak sewaktu-waktu jika diperlukan.
“Kami bisa modifikasi ketika memang ada gangguan di satu titik. Kita bisa shift misalnya dari Afrika atau dari lokasi-lokasi lain,” kata Fadjar usai jumpa pers di Grha Pertamina, Jakarta, Jumat (13/6).
Saat ini, Pertamina masih melakukan kajian untuk menghitung secara rinci dampak serangan Israel ke Iran terhadap kegiatan impor minyak perusahaan. Menurut Fadjar, dinamika situasi yang baru terjadi ini masih terus dipantau.
Namun, Pertamina telah memiliki pengalaman dalam menghadapi dinamika perminyakan dunia yang disebabkan oleh situasi politik di Timur Tengah. Salah satu langkah yang biasanya diambil adalah dengan mengubah jalur distribusi minyak.
“Biasanya kalau yang kemarin-kemarin yang beberapa kali konflik ya salah satunya caranya reroute, cari jalur pelayaran distribusi yang aman,” jelas Fadjar.
Sebagai informasi, harga minyak dunia mengalami lonjakan sebesar 9 persen pada hari yang sama dengan pernyataan ini. Kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima bulan terakhir, terjadi setelah adanya laporan serangan Israel ke Iran.
Reuters melaporkan bahwa kontrak berjangka Brent naik US$6,29 atau 9,07 persen menjadi US$75,65 per barel pada pukul 03.15 GMT. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat juga mengalami kenaikan sebesar US$6,43 atau 9,45 persen menjadi US$74,47 per barel.