Pendaftaran Siswa Baru: Masalah Tiap Tahun Disorot

keepgray.com – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti kisruh pendaftaran siswa baru yang kembali terjadi untuk tahun ajaran baru 2025-2026, menilai bahwa persoalan berulang ini mencerminkan masih kurang maksimalnya sistem pendidikan nasional.

Puan menyampaikan bahwa masalah yang terjadi setiap tahun nyaris sama, mulai dari antrean sejak subuh, sistem digital yang error, data domisili yang dipertanyakan, hingga praktik pungutan liar yang kini bahkan diakui oleh kepala daerah. Kondisi ini, menurutnya, tidak bisa lagi dianggap sebagai gangguan musiman, melainkan sebuah krisis tata kelola yang dibiarkan rapuh selama bertahun-tahun.

Puan menilai kekacauan dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) bukan sekadar kegagalan administratif, melainkan pengabaian terhadap hak dasar anak Indonesia untuk mengakses pendidikan yang adil dan bermartabat. Ia menyoroti kasus anak-anak yang ditolak dari sekolah yang hanya berjarak ratusan meter dari rumah mereka karena sistem zonasi digital yang tidak masuk akal.

SPMB sendiri menggantikan sistem PPDB yang sebelumnya berfokus pada zonasi, dengan lebih menekankan pada faktor lain seperti domisili, afirmasi, prestasi, dan mutasi. Namun, banyak orang tua calon peserta didik baru menyatakan kekecewaan karena anaknya tidak diterima di sekolah negeri favorit, meskipun rumah mereka dekat dengan sekolah tujuan. Sebaliknya, beberapa peserta yang tinggal jauh justru berhasil lolos seleksi.

Laporan tentang dugaan manipulasi data domisili juga kembali muncul di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, termasuk perpindahan domisili mendadak dan pemalsuan Kartu Keluarga (KK) yang diduga dilakukan untuk mengejar zona sekolah tertentu.

Puan menegaskan bahwa pendidikan seharusnya menjadi ruang paling aman dan inklusif untuk semua anak, namun kenyataannya, pintu masuk ke sekolah justru menjadi arena yang penuh ketidakpastian. Menurutnya, sistem zonasi justru menjadi alat diskriminatif yang tidak mempertimbangkan realitas sosial dan geografis di beberapa daerah, di mana anak-anak menjadi korban dari sistem yang tidak sensitif terhadap fakta lapangan.

Puan juga menyoroti lemahnya kontrol atas digitalisasi dalam sistem pendidikan dan meminta negara hadir saat sistem digital dan data domisili bisa dimanipulasi. Ia merasa miris karena hingga saat ini tidak ada pembenahan menyeluruh yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah.

Untuk itu, Puan menyerukan agar pemerintah segera melakukan evaluasi total terhadap mekanisme PPDB, termasuk sistem zonasi yang terbukti menimbulkan ketimpangan dan diskriminasi akses. Ia juga menekankan perlunya audit independen terhadap sistem pendaftaran digital yang digunakan di seluruh provinsi, guna menutup celah manipulasi dan intervensi pihak ketiga, serta penegakan hukum terhadap setiap bentuk pungli, suap, atau jual-beli kursi yang merusak integritas sistem pendidikan nasional.

Pemerintah juga diminta untuk melakukan pemerataan kualitas pendidikan di seluruh wilayah agar tidak terjadi konsentrasi sekolah unggulan hanya di titik-titik tertentu. Puan menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa hak anak untuk bersekolah adalah hak konstitusional yang wajib dipenuhi negara, dan tidak ada alasan bagi negara untuk gagal menyelenggarakan proses masuk sekolah dengan transparan, manusiawi, dan adil.