PBNU: Ayam Widuran nonhalal rugikan, bisa dituntut

keepgray.com – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, menyatakan kesedihannya atas kasus restoran Ayam Goreng Widuran di Solo yang terbukti menggunakan bahan olahan nonhalal. Gus Fahrur menilai tindakan tersebut telah membohongi konsumen dan merugikan umat muslim yang selama ini mengonsumsi hidangan tersebut.

“Ini sangat menyedihkan sekali karena sekian lama tidak ada ekspos kalau nonhalal. Kasihan umat muslim yang sudah sering makan di sana, pasti merasa sangat menyesal dan merasa tidak nyaman,” kata Gus Fahrur kepada wartawan pada Rabu (28/5/2025). Ia menambahkan bahwa restoran tersebut telah melakukan kebohongan karena tidak terus terang mengenai penggunaan bahan nonhalal, padahal ayam goreng Widuran dikenal sebagai makanan khas daerah yang diyakini halal secara umum.

Gus Fahrur menegaskan bahwa restoran Ayam Goreng Widuran Solo dapat dipidana karena merugikan konsumen. Ia mendesak agar kasus ini diproses secara hukum untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. “Tindakan itu sangat merugikan konsumen, dan bisa dituntut ke pengadilan karena melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” ujarnya. Menurut Gus Fahrur, dalam UU tersebut, pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal dan tidak mencantumkannya dalam label bisa dijerat pidana lima tahun atau denda hingga Rp 2 miliar.

Senada dengan Gus Fahrur, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh juga mendesak tindakan tegas. Ia menyatakan bahwa kasus ini berpotensi merusak reputasi Kota Solo, khususnya para pengusaha kuliner, jika tidak segera ditangani secara administratif maupun hukum.

“Kalau tidak dilakukan langkah cepat, bisa merusak Kota Solo yang religius dan inklusif. Kasus Widuran ini contoh pelaku usaha yang culas dan tidak jujur yang bisa merusak reputasi Kota Solo,” kata Ni’am di Jakarta, seperti dilansir *Antara* pada Senin (26/5). Ni’am menambahkan bahwa kasus ini juga merugikan pelaku usaha lain di Solo, merusak kepercayaan publik, dan berpotensi menurunkan jumlah wisatawan karena kekhawatiran terhadap keamanan menu makanan. Ia mendorong pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah-langkah tegas dan tidak abai dalam menanggapi kasus tersebut.