keepgray.com – Saat Idul Adha, umat Islam melaksanakan penyembelihan hewan kurban seperti kambing, sapi, domba, hingga unta. Setelah disembelih, seluruh bagian hewan kurban akan dipotong dan dibagikan kepada mereka yang berhak. Agar pelaksanaan kurban berjalan lancar, biasanya dibentuk panitia yang bertugas mulai dari penyembelihan, pengulitan, pencincangan, hingga distribusi daging kurban. Tidak jarang, panitia ini juga berperan langsung sebagai jagal atau penyembelih. Lantas, bolehkah panitia kurban mengambil bagian tertentu dari hewan kurban, seperti kulit, sebagai upah kerja?
Dalam buku *Panduan Qurban dari A sampai Z: Mengupas Tuntas Seputar Fiqh Qurban* karya Ammi Nur Baits, dijelaskan bahwa panitia tidak boleh mengambil kulit atau bagian apa pun dari hewan kurban yang disembelih sebagai upah. Panitia maupun jagal berperan sebagai wakil dari *shohibul* kurban, bukan sebagai *amil*. Sehingga mereka tidak dibenarkan mengambil bagian apa pun dari hewan kurban sebagai kompensasi atas jasa yang diberikan dalam proses pengurusan kurban.
Dalam riwayat Ali bi Abi Thalib RA disebutkan bahwa beliau pernah diperintahkan Nabi SAW untuk mengurusi penyembelihan unta dan membagikan seluruh bagian dari sembelihan tersebut, baik daging, kulit, maupun pelana, dan tidak boleh memberikan sedikit pun kepada jagal. Dalam lafaz lain, beliau berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR Muslim). Syariat melarang memberikan bagian dari hewan kurban, termasuk kulitnya, kepada jagal sebagai upah. Seluruh bagian hewan kurban harus dibagikan sesuai ketentuan syariat tanpa dijadikan kompensasi jasa.
Panitia atau jagal yang telah membantu proses penyembelihan dan pengulitan tetap tidak diperkenankan mengambil hasil kulit hewan kurban. Meski bekerja keras, pengambilan bagian dari hewan kurban sebagai imbalan tidak dibenarkan dalam hukum syariat. *Shohibul* kurban tetap bisa memberikan upah dalam bentuk lain yang terpisah dari hewan kurban, seperti uang atau hadiah pribadi, sebagai penghargaan atas jasa mereka.
Menurut penjelasan Syaikh Abdullah Al-Bassam dalam *Taudhihul Ahkam*, memberikan bagian dari hewan kurban seperti daging atau kulit kepada jagal sebagai upah dilarang berdasarkan kesepakatan ulama karena melanggar aturan kurban. Namun, pemberian tersebut diperbolehkan jika niatnya bukan sebagai upah, melainkan sebagai hadiah atau sedekah, disesuaikan dengan kondisi jagal, apakah ia tergolong orang miskin yang berhak menerima sedekah atau orang mampu yang layak menerima hadiah atau *itham* (pemberian makanan dalam rangka syiar kurban).
Oleh karena itu, *shohibul* kurban tidak boleh menjadikan bagian dari hewan kurban, seperti daging atau kulit, sebagai upah bagi panitia atau tukang jagal. Akad yang mencantumkan hal ini bertentangan dengan syariat. *Shohibul* kurban boleh memberikan sebagian hewan kurban sebagai sedekah kepada mereka yang berhak, asalkan bukan sebagai imbalan kerja. *Wallahu a’lam*.