keepgray.com – Bank Mega Syariah telah berpartisipasi dalam penyaluran pembiayaan sindikasi senilai Rp 500 miliar kepada PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dari total sindikasi sebesar Rp 2 triliun. Dalam konsorsium pembiayaan ini, Bank Mega Syariah menjadi satu-satunya bank syariah yang turut serta, dengan Bank Mega bertindak sebagai *arranger*.
Penandatanganan perjanjian kerja sama sindikasi ini dilakukan pada 23 Mei 2025 di Jakarta. Dari pihak BRMS, perjanjian ditandatangani oleh Direktur Adika Aryasthana Bakrie dan Charles Daniel Gobel. Sementara itu, Bank Mega Syariah diwakili oleh Guritno selaku *Corporate & Business Banking Division Head* dan Irsal selaku *Corporate Business Manager*. Acara penandatanganan ini juga turut dihadiri oleh Direktur Bisnis Bank Mega Syariah Rasmoro Pramono Aji serta Direktur Utama & *Chief Executive Officer* BRMS Agus Projosasmito, bersama jajaran manajemen dari kedua perusahaan.
Fasilitas pinjaman sindikasi senilai total Rp 2 triliun atau sekitar US$121 juta (berdasarkan kurs Rp16.500 per dolar AS) ini diberikan dengan jangka waktu 12 bulan dan suku bunga 9,75% per tahun. Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk beberapa tujuan strategis. Sebagian besar, yakni US$75 juta, akan digunakan untuk melunasi pinjaman yang ada, terdiri dari US$26 juta dari Bank BNI, US$28 juta dari Bank Permata, dan US$21 juta dari Bank Mega.
Sisa fasilitas pinjaman sebesar US$46 juta akan dialokasikan untuk mendanai konstruksi proyek tambang emas bawah tanah di Palu dan aktivitas pengeboran eksplorasi di Gorontalo. Agus Projosasmito mengungkapkan, “Kami menargetkan produksi emas dengan kadar yang lebih tinggi dari tambang bawah tanah di Palu dapat dimulai di tahun 2027. Sebagian dari fasilitas pinjaman juga diperlukan untuk mendanai kegiatan pengeboran eksplorasi di proyek tambang tembaga di Gorontalo. Kami berharap untuk dapat menambah jumlah cadangan dan sumber daya mineral yang ada dari kegiatan pengeboran tersebut.”
Charles Gobel, Direktur & *Chief Financial Officer* BRMS, menambahkan bahwa pembiayaan dari konsorsium Bank Mega ini merupakan langkah awal dalam pendanaan proyek-proyek mineral BRMS di Palu, Gorontalo, Banten, dan Aceh. BRMS saat ini juga sedang dalam proses untuk mendapatkan fasilitas pendanaan lanjutan guna menyelesaikan pengembangan proyek-proyek mineral tersebut.
Dari sisi Bank Mega Syariah, Rasmoro Pramono Aji (Oney) menyambut baik penandatanganan ini. Oney menyatakan bahwa pembiayaan ini merupakan wujud nyata kepedulian bank untuk mendukung kemajuan industri pertambangan di dalam negeri, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Industri tambang memiliki peran penting sebagai penggerak industri hilir yang memberikan kontribusi besar terhadap devisa negara,” ujar Oney. Ia menegaskan komitmen Bank Mega Syariah untuk terus berpartisipasi aktif dalam pembiayaan sindikasi proyek-proyek strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan hilirisasi industri.
Partisipasi dalam sindikasi ini juga merupakan bagian dari strategi Bank Mega Syariah untuk memperluas portofolio pembiayaan korporasi. Hingga April 2025, Bank Mega Syariah telah menyalurkan pembiayaan ke sektor pertambangan dengan total plafon mencapai lebih dari Rp1,7 triliun, atau sekitar 35,73% dari total plafon pembiayaan per 23 Mei 2025.
Pembiayaan korporasi Bank Mega Syariah per April 2025 mencapai Rp3,9 triliun, meningkat 25,9% dibandingkan April 2024, dan menyumbang sekitar 44% dari total pembiayaan bank. Secara keseluruhan, total pembiayaan Bank Mega Syariah mencapai Rp8,9 triliun pada April 2025, naik 25,6% dari April 2024. Selain pertambangan, bank juga terus mendorong pertumbuhan pembiayaan di berbagai sektor strategis, termasuk kesehatan, pendidikan, dan sektor-sektor produktif lainnya yang memberikan dampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan B2B2C (*business-to-business-to-consumer*). Bank Mega Syariah juga berkomitmen untuk terus memperkuat penerapan prinsip kehati-hatian guna menjaga kualitas pembiayaan dan memastikan pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan, yang terbukti dari rasio *non performing financing* (NPF) yang masih di bawah 1%, jauh dari batas yang ditentukan oleh regulator sebesar 5%.