Legislator Papua Kritik Tambang Raja Ampat, Izin Janggal?

keepgray.com – Anggota DPR RI dari Papua, Yan Permenas Mandenas, mendesak agar pejabat yang mengeluarkan izin pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat, diperiksa terkait dugaan prosedur perizinan yang tidak sesuai.

Yan Mandenas, Minggu (8/6/2025), menyatakan, “Wajib diperiksa pejabat yang berwenang dengan indikasi-indikasi lain yang menyebabkan izin itu bisa diproses dan diterbitkan. Pasti ada indikasi KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dalam proses penerbitan izin tambang yang tidak prosedural.”

Ia juga meminta agar perizinan tambang tersebut dikaji ulang untuk memastikan izin lingkungan diterbitkan sesuai prosedur yang benar. “Karena menyangkut lebih dari satu kementerian yang memberikan izin, di mana ada rekomendasi dari kementerian terkait lainnya. Apalagi, Raja Ampat masuk sebagai kawasan wisata dan hutan lindung,” jelasnya.

Menurut Yan Mandenas, tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, telah lama beroperasi dan mendapat penolakan dari masyarakat setempat, termasuk pemilik hak ulayat, yang mengindikasikan adanya pembiaran oleh pemerintahan sebelumnya. “Namun, yang terjadi adalah pembiaran oleh pemerintahan sebelumnya, baik pusat maupun daerah, hingga masalah ini muncul ke permukaan setelah adanya protes dari aktivis lingkungan,” ujarnya.

Yan Mandenas meminta agar semua pihak terkait diperiksa oleh aparat penegak hukum, menekankan komitmen Presiden Prabowo dalam memberantas korupsi. “Terutama dalam menegakkan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas koruptor dan mengembalikan kekayaan alam sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Jadi, jika ada indikasi suap dalam penerbitan izin, maka harus diperiksa dan diproses hukum,” tegasnya. Ia juga menduga adanya campur tangan oknum pejabat kementerian terkait dan proses yang tidak prosedural dalam administrasi izin usaha pertambangan nikel.

Legislator Gerindra itu menyarankan agar masalah ini dilihat secara menyeluruh, termasuk memanggil pihak perusahaan terkait, karena masalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) selama ini diabaikan di Raja Ampat.

Yan Mandenas juga mendesak agar perusahaan tambang di Raja Ampat tidak hanya diperiksa, tetapi juga diproses hukum jika ditemukan pelanggaran signifikan, terutama terkait regulasi perizinan. Ia berharap kasus ini menjadi pintu masuk untuk memeriksa seluruh izin pertambangan yang beroperasi di Papua. “Masalah ini membuka mata kita bahwa banyak sekali tambang di Papua yang menyalahi aturan pemerintah, namun tetap diberikan rekomendasi untuk beroperasi,” tuturnya.

Yan Mandenas mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima banyak laporan dari masyarakat tentang tambang-tambang ilegal yang masih beroperasi, termasuk tambang emas di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nabire, Waropen, dan beberapa kabupaten lain di Papua. Ia berharap Kementerian Sumber Daya Mineral segera menertibkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi di Papua, serta berhati-hati dalam mengeluarkan izin.

Kasus tambang nikel di Raja Ampat menjadi sorotan setelah Kementerian Lingkungan Hidup mengawasi empat perusahaan tambang nikel, yaitu PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP). Meskipun seluruhnya telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan, hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.

PT ASP melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran tanpa sistem manajemen lingkungan dan pengelolaan air limbah larian. PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag, yang keduanya tergolong pulau kecil, sehingga aktivitas pertambangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. PT MRP ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH, sementara PT KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan kawasan PPKH.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah mengumumkan penghentian sementara Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel milik PT Gag Nikel. Bahlil juga telah mengunjungi tambang nikel PT Gag Nikel di Pulau Gag untuk melihat situasi operasi tambang dan menindaklanjuti keresahan publik atas dampak pertambangan terhadap kawasan wisata di Raja Ampat.