KUHP 2026, KUHAP Rampung Desember 2025

keepgray.com – Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditargetkan rampung pada Desember 2025. Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil, menyampaikan bahwa DPR akan segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP begitu memasuki masa sidang.

“Kita harapkan bisa selesai di Desember 2025. Harapannya begitu,” ujar Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2024).

Nasir berharap revisi KUHAP dapat segera disahkan mengingat KUHP yang baru akan mulai berlaku pada tahun 2026. Ia menekankan pentingnya keselarasan antara KUHP baru dan hukum acara pidana yang berlaku.

“Sehingga kemudian bisa selesai, karena KUHP kan akan berlaku 2026 kan. Jadi nggak mungkin kalau kemudian KUHP-nya baru, sementara hukum acara pidananya masih produk lama,” jelasnya.

Nasir menambahkan, ketidaksesuaian antara KUHP dan KUHAP dapat menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpastian bagi para pencari keadilan. Sebelum masa sidang dimulai, pihaknya berencana mengadakan rapat dengan berbagai pihak terkait, termasuk aktivis dan lembaga-lembaga terkait. Pada hari Selasa (17/6), Komisi III DPR telah menggelar rapat bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) untuk membahas revisi KUHAP ini.

“Ya, pihak-pihak yang kami nilai punya kepentingan dan punya pengetahuan soal itu. Tadi Peradi, LPSK, ke depan mungkin nanti organisasi mahasiswa yang selama ini minat terhadap hukum acara pidana,” imbuhnya.

Nasir berharap agar revisi ini dapat diselesaikan pada tahun ini, mengingat sejarah pengesahan hukum acara pidana pada Desember 1981. Ia berharap momen tersebut dapat terulang di Desember 2025 dengan pengesahan KUHAP yang baru.

Setelah revisi KUHAP disahkan, DPR akan melanjutkan dengan revisi undang-undang lainnya, termasuk RUU Perampasan Aset, RUU Polri, hingga revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jadi kalau KUHP sudah selesai, KUHAP sudah selesai, barangkali ini akan menyusul perampasan asetkah, Undang-Undang Polri-kah, atau revisi kembali Undang-Undang Kejaksaan, atau revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, dan lain sebagainya,” pungkasnya.