keepgray.com – Seorang akademisi dari Universitas Borobudur, Ahmad Redi, mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) mengatur hak seorang tersangka untuk menolak memberikan keterangan jika tidak didampingi oleh advokat atau penasihat hukum. Usulan ini disampaikan mengingat masih banyak masyarakat yang kurang memahami proses hukum saat dipanggil untuk penyelidikan.
“Warga negara siapapun yang kemudian diminta hadir ke penyelidik atau penyidik dalam rangka undangan klarifikasi, kemudian undangan pemeriksaan dan sebagainya ini harus didampingi oleh advokat,” kata Ahmad dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).
Ahmad menegaskan bahwa saat ini banyak warga negara yang dipanggil dalam proses penyelidikan tanpa adanya pendampingan hukum. Menurutnya, kondisi ini menimbulkan kerentanan terhadap penyalahgunaan kewenangan oleh pihak-pihak tertentu.
“Karena warga negara yang tidak paham hukum dipanggil oleh penyelidik atau penyidik, yang tidak memahami hukum ini menjadi masalah dalam konteks perlindungan hak asasi manusia,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ahmad mengusulkan agar tersangka memiliki hak untuk menolak memberikan keterangan jika tidak didampingi oleh penasihat hukum.
“(Usulan) yang keenam adalah hak menyampaikan hak tersangka untuk menolak memberikan keterangan dan lainnya, termasuk hak imunitas advokat,” ujarnya.
Selain itu, Ahmad juga menekankan pentingnya digitalisasi sistem dalam penanganan perkara pidana. Menurutnya, digitalisasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan integrasi dalam sistem peradilan pidana.
“Usulan kami adalah pemanfaatan sarana elektronik dan TI. Jadi, bahwa sistem penanganan perkara pidana ini usulan kami adalah di digitalisasi,” ucapnya.
Ahmad menjelaskan bahwa sistem penanganan perkara berbasis teknologi informasi perlu mencakup semua tahapan, mulai dari penyelidikan, penuntutan, hingga pelaksanaan pidana.
“Jadi dari hilir ke hulu ini harus kemudian terintegrasi dalam sistem elektronik berbasis teknologi informasi dalam SPPT-TI, sistem penanganan perkara pidana TI,” tuturnya.