keepgray.com – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dan menghukumnya dengan 10 tahun penjara, putusan ini menuai kritikan publik.
Berdasarkan catatan, Gazalba Saleh sebelumnya dihukum 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat karena terbukti menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Gazalba kemudian mengajukan banding, namun hakim PT DKI memperberat hukumannya menjadi 12 tahun penjara. Hakim tingkat banding juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran Rp 500 juta. Jika Gazalba tidak membayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan inkrah, pidana tersebut akan diganti dengan kurungan selama 2 tahun.
Selanjutnya, Gazalba mengajukan kasasi ke MA. MA menolak kasasi tersebut, namun mengurangi hukuman Gazalba menjadi 10 tahun penjara.
“Perbaikan pidana menjadi pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan, UP (uang pengganti) Rp 500 juta subsider 1 tahun penjara,” demikian bunyi putusan MA yang dilihat dari situs MA, Jumat (20/6).
Putusan perkara nomor 4072 K/PID.SUS/2025 ini diputuskan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto, dengan anggota Hakim Agung Arizon Mega Jaya dan Yanto. Putusan tersebut diketok pada Kamis (19/6).
Berkurangnya vonis Gazalba Saleh menjadi 10 tahun penjara menuai kritikan, salah satunya dari mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo. Dia menilai putusan tersebut mengecewakan.
“Seharusnya MA tetap pada putusan hakim banding yaitu 12 tahun. Tentu putusan ini mengecewakan di tengah semangat pemberantasan korupsi yang semakin baik,” kata Yudi kepada wartawan, Sabtu (21/6).
Yudi heran vonis tersebut turun dari vonis tingkat banding sebelumnya. Menurutnya vonis Gazalba seharusnya bisa lebih tinggi dari tingkat pertama dan dari tuntutan jaksa sehingga menimbulkan efek jera.
“Namun hakim bandingkan sudah berani menaikkan, mengapa malah jadi turun lagi. Seharusnya malah meningkat sama, setidaknya sama seperti tuntutan jaksa KPK yaitu 15 tahun, apalagi karena terdakwa merupakan hakim agung yang seharusnya menjadi role model sehingga diharapkan menjadi efek jera,” ucapnya.
Meski demikian dia menghormati vonis tersebut karena vonis tersebut berkekuatan hukum tetap.
Sorotan lainnya terhadap vonis tersebut juga datang dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). Menurutnya, Mahkamah Agung (MA) gagal memberikan teladan dengan disunatnya hukuman Gazalba Saleh.
“Ya mestinya hukuman Gazalba Saleh tuh 20 tahun, baru bisa dikatakan adil. Karena dua perkara, korupsi dan TPPU mestinya yang paling adil adalah 20 tahun, karena udah gabungan, nggak bisa 10, 12, atau 15 nggak bisa, mestinya 20 tahun,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kepada wartawan, Sabtu (21/6).
Menurut Boyamin, Gazalba sepatutnya mendapat vonis 20 tahun penjara karena melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Boyamin mengatakan vonis 10 tahun penjara tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak memberikan efek jera bagi para ‘hakim nakal’.
Lebih lanjut, Boyamin menilai MA telah gagal membersihkan lingkungannya dari tingkat bawah sampai atas dan gagal memberikan teladan terhadap pemberantasan korupsi.