KPU Jawab Isu Jet Pribadi & Selisih Rp 30 M

keepgray.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan klarifikasi terkait aduan yang dilayangkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengenai dugaan pelanggaran etik dalam pengadaan jet pribadi. KPU menegaskan bahwa penggunaan jet pribadi tersebut murni untuk kebutuhan teknis dalam menyukseskan Pemilu 2024.

Aduan dugaan pelanggaran etik ini awalnya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 7 Mei 2025, oleh Transparency International Indonesia (TI Indonesia). Peneliti TI Indonesia, Agus Sarwono, menyoroti adanya kejanggalan pada nilai kontrak sewa jet pribadi yang dinilai melebihi pagu anggaran. Menurutnya, pagu yang ditetapkan adalah Rp 46 miliar, namun nilai total kontrak dari dua perjanjian pada Januari dan Februari 2024 mencapai Rp 65 miliar, menunjukkan selisih sekitar Rp 19 miliar. Selain itu, KPU juga dilaporkan atas dugaan kurangnya transparansi anggaran dan penggunaan jet pribadi untuk perjalanan dinas ke pulau-pulau yang seharusnya dapat dijangkau dengan penerbangan komersial.

Kemudian, pada Kamis, 22 Mei 2025, TI Indonesia bersama Themis Indonesia dan Trend Asia secara resmi melaporkan Ketua KPU RI, anggota KPU, serta Sekretaris Jenderal KPU RI ke DKPP. Pelaporan ini didasarkan pada Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 18 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, dengan dugaan masalah pengadaan sejak tahap perencanaan.

Peneliti Trend Asia, Zakki Amali, juga menambahkan bahwa berdasarkan temuan pihaknya, anggaran penyewaan jet pribadi yang dilakukan KPU tidak mencapai Rp 45 miliar. Zakki menyebut ada selisih sekitar Rp 30 miliar dalam biaya operasional jet pribadi antara perhitungan Trend Asia (sekitar Rp 15 miliar) dan anggaran KPU (Rp 45 miliar). Ia menyebut selisih ini sebagai “gap” yang perlu dibuktikan secara hukum.

Menanggapi aduan tersebut, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menjelaskan bahwa penggunaan jet pribadi adalah murni untuk kebutuhan teknis guna memastikan kelancaran tahapan Pemilu 2024. Afifuddin menegaskan bahwa ini adalah langkah operasional strategis dalam situasi luar biasa, terutama mengingat agenda yang berhimpitan saat penyediaan dan pengiriman logistik, serta kebutuhan percepatan antar kegiatan yang sangat mepet mengingat masa kampanye Pemilu 2024 yang lebih singkat dibandingkan Pemilu 2019.

Afifuddin menambahkan bahwa awalnya jet pribadi direncanakan untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), namun dalam perkembangannya, berbagai daerah dan kota di luar kategori 3T juga mengalami masalah yang membutuhkan mobilitas cepat. “Konteksnya bukan jarak geografis saja, tapi kejar waktu dan efisiensi koordinasi nasional. Ini murni kebutuhan teknis, bukan gaya hidup,” tegasnya.

Terkait dugaan selisih anggaran Rp 30 miliar, Afifuddin membantah keras. Ia mengklaim bahwa KPU justru melakukan efisiensi anggaran dengan membayar di bawah nilai kontrak yang telah ditetapkan. “Malah kami itu membayar di bawah kontrak. Selisih itu malah dibayarnya di bawah total kontrak karena dihitung sesuai penggunaannya,” ujarnya. Afifuddin menjelaskan bahwa KPU melakukan efisiensi pembayaran dari kontrak awal sebesar Rp 65 miliar menjadi Rp 46 miliar, yang berarti ada efisiensi sebesar Rp 19 miliar. Ia menekankan bahwa penggunaan dana tersebut dilakukan secara transparan, terdata, dan telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Afifuddin juga menyebut bahwa dengan monitoring yang dilakukan KPU melalui penggunaan jet pribadi, kesalahan dalam pengadaan, pengepakan, dan distribusi logistik Pemilu 2024 dapat diminimalisir. Bahkan, secara umum, anggaran logistik Pemilu 2024 diklaim telah mengalami efisiensi sekitar Rp 380 miliar, dengan daerah-daerah yang biasanya mengalami keterlambatan logistik dapat diselesaikan tepat waktu pada Pemilu 2024.