keepgray.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta perlindungan khusus bagi MK, seorang bocah yang menjadi korban penyiksaan di Pasar Kebayoran Lama. KPAI juga berharap agar MK dijauhkan dari orang tuanya jika terbukti mereka melakukan penyiksaan tersebut.
Permintaan ini didasarkan pada Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa anak korban penelantaran harus mendapatkan perlindungan khusus.
“Anak MK adalah anak yang mengalami kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan penelantaran. Sesuai dengan Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak, MK termasuk anak yang menjadi ‘korban perlakuan salah dan penelantaran’. Bahkan sangat mungkin juga menjadi korban eksploitasi, seperti yang diduga oleh Bareskrim Polri. Oleh karena itu, ia harus mendapatkan perlindungan khusus,” kata Komisioner KPAI, Kawiyan, pada Senin (16/6/2025).
Kawiyan menjelaskan bahwa sesuai dengan mandat Pasal 59A huruf a dan b, MK harus mendapatkan penanganan cepat, pengobatan atau rehabilitasi fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan. Selain itu, MK juga harus mendapatkan pendampingan psikososial hingga pulih.
“Siapa yang bertanggung jawab atas itu semua? Kembali ke Pasal 59 UU Perlindungan Anak, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab atas perlindungan bagi anak MK. Negara harus menjamin merawat MK sampai sembuh,” ucapnya.
Kawiyan juga menyampaikan bahwa jika MK sudah sembuh, belum tentu ia harus dikembalikan kepada orang tuanya. Jika kedua orang tuanya terbukti sebagai pelaku, maka MK harus dijauhkan dari mereka.
“Apakah kalau sudah sembuh akan dikembalikan ke orang tua? Tergantung. Polisi saat ini tengah menyelidiki siapakah orang tua anak MK ini, siapa yang telah menelantarkan MK ini. Kalau terbukti orang tua sebagai pelaku tindak kekerasan dan penelantaran, maka MK harus dijauhkan dari orang tuanya,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa orang tua yang terbukti bersalah harus dihukum sesuai dengan Undang-Undang. Pasal 76B UU Perlindungan Anak melarang penelantaran anak, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta sesuai Pasal 77B. Pasal 76C melarang kekerasan terhadap anak, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 3,5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 72 juta sesuai Pasal 80 UU Perlindungan Anak. Jika korban mengalami luka berat, hukuman bisa mencapai 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Kawiyan menegaskan bahwa penyelesaian kasus MK harus mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak tersebut. Jika pelaku kekerasan dan penelantaran adalah orang tuanya, maka MK harus dijauhkan dari mereka.
“Nah kalau benar pelaku kekerasan dan penelantaran itu orang tua korban, maka anak harus dijauhkan dari orang tuanya. Apalagi kalau kekerasan seperti yang dialami oleh MK itu kekerasan ganda, kekerasan fisik, psikis, penelantaran. Kalau masih ada saudara yang mampu dan dapat menjamin keamanan MK bila tinggal di rumah saudara, tapi kalau tidak ada harus tinggal di rumah aman atau panti milik negara,” tuturnya.
MK ditemukan pada Rabu (11/6) pagi dan langsung mendapat perawatan medis di RSUD Kebayoran Lama. Saat ini, MK telah dipindahkan ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, namun belum ada keluarga yang menjenguknya.
Awalnya, MK ditemukan oleh warga yang mengira ia hanya menumpang tidur. Petugas Satpol PP Kebayoran Lama yang sedang berpatroli kemudian menemukan anak tersebut dan melihat luka-luka di tubuhnya, lalu mengevakuasinya. Kondisi MK saat ditemukan sangat memprihatinkan, dengan luka-luka, patah tulang, dan bekas luka bakar di wajahnya. MK mengaku telah disiksa oleh ayahnya, namun petugas belum berhasil menemukan ayah korban yang diduga telah membuangnya.