keepgray.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak penjatuhan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pernikahan dini antara seorang siswa SMP dan seorang siswa SMK di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang baru-baru ini menjadi viral di media sosial.
Komisioner KPAI, Ai Rahmayanti, pada Minggu (25/5/2025), menyatakan bahwa pernikahan tersebut kemungkinan besar dilakukan secara siri atau di bawah tangan, tanpa melalui Kantor Urusan Agama (KUA) atau dispensasi kawin. “Ini juga harus ada sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang terlibat di dalam perkawinan anak ini,” tegas Ai Rahmayanti, menambahkan bahwa imam desa atau pihak yang berperan sebagai penghulu juga harus diberi sanksi tegas.
Ai Rahmayanti menyoroti tradisi Merariq atau kawin lari yang kuat di masyarakat Suku Sasak, NTB. Namun, ia menyayangkan adanya penafsiran yang keliru terhadap nilai-nilai budaya tersebut. Menurutnya, beberapa tokoh adat sejatinya berpandangan bahwa sanksi seharusnya ditujukan kepada orang tua yang bertanggung jawab, bukan kepada anak. “Padahal secara nilai, secara adat yang harus disanksi itu orang tua,” ujarnya.
Untuk mencegah terulangnya pernikahan anak di masa mendatang, KPAI berharap adanya upaya pencegahan yang lebih masif di NTB. Edukasi kepada masyarakat dinilai krusial dengan melibatkan para tokoh agama dan tokoh adat. Tujuannya adalah untuk menegaskan kembali kepada orang tua bahwa merekalah yang seharusnya bertanggung jawab dan diberi sanksi dalam kasus pernikahan anak. “Edukasi ke masyarakat ini harus dimasifkan lagi dengan melibatkan para tokoh agama dan tokoh adat. Kenapa? Karena masyarakat masih melakukan perkawinan anak,” tambahnya.
Kasus pernikahan yang menjadi sorotan ini melibatkan perempuan berinisial SMY (15) dari Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur, dengan pria berinisial SR (17) dari Desa Braim, Kecamatan Praya Tengah. Viralitas pernikahan ini berujung pada pelaporan orang tua ke pihak kepolisian.
Video prosesi nyongkolan, atau pernikahan adat Sasak, yang menampilkan gelagat SMY yang tidak biasa, juga menimbulkan keprihatinan luas. Dalam video yang beredar, mempelai perempuan terlihat berjoget sambil ditandu oleh dua perempuan dewasa menuju pelaminan, yang dinilai janggal oleh sejumlah warganet. Salah satu komentar dari akun Facebook @Dede Zahra Zahra menyebut, “Org (orang) stres suruh nikah gimana ceritanya.”
Menanggapi hal tersebut, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengakui adanya gelagat yang tidak biasa dari mempelai perempuan. Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya belum dapat menyimpulkan kondisi psikologis SMY tanpa pemeriksaan medis. “Kita tidak bisa menjustifikasi kenapa-kenapa, semua harus melalui pemeriksaan tenaga medis, dan itu akan kita lakukan,” jelas Joko Jumadi, memastikan pemeriksaan akan dilakukan dalam proses penyidikan kepolisian.