Korupsi Dana Papua, Negara Rugi Rp 1,2 T

keepgray.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki dugaan korupsi terkait dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah dan wakil kepala daerah Pemerintah Provinsi Papua tahun 2020-2022, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 1,2 triliun.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan pada Rabu (11/6/2025) di Jakarta bahwa perhitungan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1,2 triliun.

Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua, Deus Enumbi (DE), ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga melakukan tindakan korupsi ini bersama dengan mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe (almarhum).

Menurut Budi, tindakan tersebut dilakukan oleh tersangka DE selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua.

KPK juga telah memeriksa seorang saksi berinisial WT, seorang penyedia jasa money changer di Jakarta, untuk mendalami aliran dana dari kasus korupsi ini.

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik menelusuri aliran uang yang berasal dari tindak pidana korupsi (TPK) untuk memulihkan kerugian keuangan negara.

Budi menekankan pentingnya komitmen pemerintah Papua dalam upaya pencegahan korupsi. KPK, melalui tugas koordinasi dan supervisi, secara intensif mendampingi dan mengawasi pemerintah daerah, termasuk Provinsi Papua.

Budi juga menyoroti penurunan skor Monitoring, Controlling, Surveillance, and Prevention (MCSP) Provinsi Papua pada tahun 2024 menjadi 38, yang turun drastis dari skor sebelumnya yaitu 55 poin.

KPK mengapresiasi dukungan masyarakat Papua dalam upaya menuntaskan perkara ini.

Kasus ini terkait dengan dana operasional mantan Gubernur Papua Lukas Enembe yang mencapai Rp 1 triliun per tahun. Lukas Enembe disebut menggunakan dana operasional atau uang makan sebesar Rp 1 miliar per hari.

Alokasi dana fantastis tersebut diduga telah dirancang sedemikian rupa oleh Lukas Enembe dengan membuat peraturan gubernur (pergub) agar tindakan tersebut terkesan legal.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, pada 27 Juni 2023, menyatakan bahwa peraturan gubernur dibuat untuk menyembunyikan tindakan tersebut agar terlihat legal, padahal dana tersebut masuk ke bagian makan dan minum.

Lukas Enembe disebut sengaja membuat pergub untuk memuluskan rencana pengucuran dana operasional sebesar Rp 1 triliun per tahun dan mengelabui pengawasan dari Kementerian Dalam Negeri.