keepgray.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kelonggaran waktu bagi perusahaan asuransi untuk mengimplementasikan sistem pembagian risiko (co-payment) hingga 31 Desember 2026.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa penyesuaian batas waktu ini berlaku untuk produk asuransi kesehatan yang masih berjalan. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Senin (30/6), Ogi menyatakan bahwa produk asuransi kesehatan yang ada saat ini tetap berlaku hingga 31 Desember 2026, sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat.
Namun, untuk produk asuransi kesehatan baru, OJK mewajibkan penerapan co-payment mulai 1 Januari 2026, sesuai dengan Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.
Dalam skema co-payment, pemegang polis akan menanggung minimal 10 persen dari total klaim yang diajukan, dengan batas maksimum Rp300 ribu untuk rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim. Ogi menegaskan bahwa co-payment hanya berlaku untuk asuransi komersial, dan tidak berlaku untuk Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.
Ogi menambahkan bahwa konsep co-payment bukanlah hal baru dalam industri asuransi. Ia mencontohkan, dalam asuransi kendaraan bermotor, terdapat sistem deductible di mana pemilik kendaraan menanggung sebagian biaya perbaikan sebelum sisanya ditanggung oleh perusahaan asuransi. Beberapa negara lain seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan Korea Selatan juga telah menerapkan sistem co-payment dalam asuransi kesehatan.
OJK menjelaskan bahwa tujuan dari pengaturan co-payment adalah untuk mencegah moral hazard dan mengurangi penggunaan layanan kesehatan yang berlebihan oleh peserta. Dengan adanya co-payment, diharapkan pemegang polis dapat lebih bijaksana dalam memanfaatkan asuransi kesehatan, sehingga premi asuransi dapat menjadi lebih ekonomis.