keepgray.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turun tangan dalam polemik kepemilikan 13 pulau di pesisir perairan selatan Jawa Timur antara Trenggalek dan Tulungagung. Mendagri Tito Karnavian langsung memimpin evaluasi sengketa tersebut.
“Kemarin Pak Menteri langsung memimpin proses evaluasi soal sengketa 13 pulau di Trenggalek itu,” kata Wamendagri Bima Arya kepada wartawan di Gedung BPSDM Kemendagri, Jakarta Selatan, Sabtu (21/6/2025).
Bima Arya menyebutkan bahwa Kemendagri akan belajar dari polemik kepemilikan 4 pulau antara Aceh dan Sumatera Utara dalam menyelesaikan sengketa ini. Pihaknya akan berhati-hati dengan memperhatikan sejarah masa lalu. “Yang pasti belajar dari sengketa 4 pulau di Aceh, tentu kami hati hati. Tidak saja data geografis tetapi historis dan kesepakatan-kesepakatan masa lalu penting sedang ditelusuri. Kami berhati-hati sekali,” tuturnya.
Bima Arya juga menambahkan bahwa pihaknya telah menghimpun keterangan dari kedua wilayah dan tengah mempelajarinya. “Dua versi dari teman-teman di daerah itu masih kami dalami dokumennya. Nanti pasti kita pelajari soal dokumennya, perkembangannya,” pungkasnya.
Polemik kepemilikan 13 pulau ini muncul setelah terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 2022. Trenggalek, yang mencatatkan kewilayahan terlebih dahulu, merasa keberatan.
Adapun 13 pulau yang dimaksud adalah Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, Pulau Karangpegat, Pulau Solimo, Pulau Solimo Kulon, Pulau Solimo Lor, Pulau Solimo Tengah, Pulau Solimo Wetan, Pulau Sruwi, Pulau Sruwicil, dan Pulau Tamengan.
Kabag Pemerintahan Sekretariat Daerah Trenggalek, Teguh Sri Mulyanto, menjelaskan bahwa gugusan pulau itu telah tercatat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Trenggalek sejak 2012, sejalan dengan RTRW dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Kalau tidak salah di tahun 2009 kami pernah mengikuti sosialisasi Kemendagri, pulau-pulau itu masih merah, masuk Trenggalek dan Tulungagung. Baru pada 2022 muncul Kemendagri dan yang 13 pulau masuk Tulungagung,” kata Teguh, Rabu (18/6/2025).
Menurutnya, pencatatan 13 pulau tersebut ke Tulungagung langsung menimbulkan reaksi dari pemerintah daerah karena belasan pulau tersebut lebih dekat dengan wilayah Trenggalek dan telah dicatatkan sebelumnya dalam RTRW Jawa Timur maupun Trenggalek.
Setelah Kepmendagri tersebut, Pemkab Trenggalek mengajukan protes ke Kemendagri melalui Pemprov Jatim dan telah beberapa kali melakukan mediasi dengan Pemkab Tulungagung, namun tidak ada kesepakatan.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Tulungagung menanggapi santai terkait polemik kepemilikan 13 pulau ini. Kabag Pemerintahan Sekretariat Daerah Tulungagung, Agus Eko Putranto, mengaku enggan berpolemik dan hanya berpedoman pada keputusan pemerintah pusat.
“Kalau Tulungagung intinya kami kembalikan ke Kementerian Dalam Negeri, karena itu produk hukum dari sana,” kata Agus Eko.
Pihaknya mengaku akan menjalankan apapun yang menjadi keputusan Kemendagri. Diakui sebelumnya munculnya Kemendagri terbaru tahun 2025, pihaknya telah beberapa kali duduk bersama Pemkab Trenggalek untuk membahas persoalan tersebut. “Tapi tidak ada titik temu,” ujarnya.
Agus Eko menambahkan bahwa Pemerintah Tulungagung hanya berpedoman pada Kepmendagri terkait kepemilikan 13 pulau. Pada keputusan terdahulu di 2022, Mendagri resmi mencatatkan 13 pulau masuk ke wilayah Tulungagung. “Kemudian kami mengamankan dengan memasukkan dalam Perda 4 Tahun 2023. Kemudian kami lihat di Kemendagri 2025 juga masuk ke Tulungagung,” jelasnya.