keepgray.com – Kasus grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ yang menjadi sorotan publik kini mengungkap fakta baru, di mana nama grup tersebut telah berganti menjadi ‘Suka Duka’. Selain itu, jumlah tersangka yang terlibat dalam kasus ini bertambah menjadi enam orang, termasuk seorang anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi pada Jumat (23/5/2025) mengungkapkan bahwa perubahan nama grup Facebook tersebut ditemukan setelah pendalaman yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya, dengan asistensi dari Direktorat Reserse Siber Bareskrim Polri serta Direktorat Tindak Pidana Perempuan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Bareskrim Polri. Ade Ary belum merinci kapan perubahan nama itu terjadi atau apa motif di baliknya.
Bareskrim Polri telah menangkap enam tersangka terkait kasus ini dari berbagai wilayah, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, dan Bengkulu. Keenam tersangka diidentifikasi dengan inisial DK, MR, MS, MJ, MA, dan KA. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji menjelaskan pada Rabu (21/5/2025) di Mabes Polri, Jakarta Selatan, bahwa tersangka MR merupakan admin atau kreator grup ‘Fantasi Sedarah’, dari perangkatnya ditemukan 402 gambar dan 7 video bermuatan pornografi. Sementara itu, empat tersangka lainnya, DK, MS, MJ, dan MA, berperan sebagai kontributor aktif dalam grup tersebut.
Salah satu tersangka yang diamankan adalah seorang laki-laki yang berstatus anak di bawah usia 18 tahun, yang kemudian ditetapkan sebagai Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Anak tersebut diamankan di Pekanbaru pada Rabu (21/5/2025). Menurut Ade Ary, ABH ini adalah anggota aktif grup yang diduga mendistribusikan dan menjual konten pornografi anak. Modus operandinya melibatkan penjualan konten pornografi dengan harga Rp 50 ribu untuk tiga konten, kemudian memblokir nomor WhatsApp atau akun Telegram pembeli setelah transaksi. Penyelidikan juga mengungkap bahwa anak ini mengiklankan kontennya di grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ dan ditemukan setidaknya 144 grup Telegram yang digunakan untuk promosi foto dan video pornografi.
Atas perbuatannya, keenam tersangka dijerat dengan pasal berlapis, meliputi Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 52 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 29 juncto Pasal 4 Ayat 1 dan/atau Pasal 30 juncto Pasal 4 Ayat 2 dan/atau Pasal 31 juncto Pasal 5 dan/atau Pasal 32 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Pasal 81 juncto Pasal 76 D dan/atau Pasal 82 Ayat 1 dan Ayat 2 juncto Pasal 76 E dan Pasal 88 juncto Pasal 76 I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 14 Ayat 1 huruf A dan B Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Mereka terancam hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 6 miliar. Dirtipid PPA-PPO Brigjen Nurul Azizah menambahkan bahwa hukuman dapat diperberat karena kejahatan tersebut melibatkan anak sebagai korban dan korbannya lebih dari satu orang.