keepgray.com – Setiap Hari Raya Idul Adha, umat Islam dianjurkan untuk berkurban sebagai wujud ketakwaan kepada Allah SWT dan untuk mengenang kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS. Ibadah kurban ini disyariatkan bagi umat Islam sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Kautsar ayat 1-3.
Setelah hewan kurban disembelih, dikuliti, dipotong-potong, dan dibagikan kepada masyarakat, termasuk fakir miskin dan kerabat, muncul pertanyaan mengenai hukum menjual daging kurban. Apakah tindakan ini dibolehkan dalam Islam, baik bagi yang berkurban maupun penerimanya?
Menurut Sayyid Sabiq dalam *Fiqih Sunnah jilid 5*, orang yang berkurban dianjurkan untuk memakan sebagian daging kurbannya, membagikan sebagian kepada kerabat, dan memberikan sisanya kepada fakir miskin. Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah, sedekahkanlah, dan simpanlah.” (HR Muslim).
M. Quraish Shihab dalam *Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui* menjelaskan bahwa menjual bagian apa pun dari hewan kurban, seperti kepala, daging, kulit, atau bulu, tidak diperbolehkan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapa yang menjual daging hewan kurbannya, maka kurbannya tidak sah,” (HR al-Hakim dan al-Bayhaqi). Orang yang berkurban tetapi menjual bagian hewan kurbannya tidak akan memperoleh pahala kurban yang dijanjikan. Ibadah ini dilakukan sebagai bentuk ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari keuntungan materi.
Ali Ghufron dalam *Tuntunan Berkurban dan Menyembelih Hewan* menyebutkan bahwa larangan menjual daging kurban berlaku khusus bagi orang yang berkurban (shohibul kurban). Kurban merupakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (taqarrub), sehingga tidak pantas dijadikan komoditas untuk diperjualbelikan.
Namun, ada pendapat yang memperbolehkan penjualan daging kurban dalam kondisi tertentu, khususnya saat penerima benar-benar membutuhkan uang. Dalam hal ini, yang berhak menjual daging kurban adalah penerimanya, bukan orang yang berkurban. Penjualan oleh penerima dianggap sah jika hasilnya dirasa lebih bermanfaat daripada mengonsumsi langsung daging tersebut, biasanya karena alasan kebutuhan mendesak atau untuk keperluan yang lebih prioritas. Meskipun demikian, mengonsumsi daging kurban tetap lebih dianjurkan bagi penerima sebagai rasa syukur dan penghormatan terhadap nilai ibadah kurban.
Ibadah kurban mengandung banyak hikmah dan nilai-nilai baik, di antaranya: mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat, sebagai wujud syukur karena masih diberikan umur panjang, menyatakan syukur atas pengampunan dosa-dosa, meringankan beban keluarga yang berkurban dan membantu mereka yang kurang mampu, mengenang peristiwa besar tentang ketaatan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, meneladani kedekatan serta keharmonisan hubungan ayah dan anak, mempererat hubungan sosial antara golongan mampu dengan yang membutuhkan, serta memberikan kebahagiaan kepada fakir miskin melalui pembagian daging kurban.
Wallahu a’lam.