keepgray.com – Kata “kesatria” sering dimaknai sebagai keberanian atau kehebatan, namun lebih dari itu, kesatria juga mencerminkan kejujuran, kerendahan hati, dan empati.
Kejujuran adalah kualitas terpenting bagi seorang kesatria. Pemimpin yang jujur akan mendengarkan dan menerima masukan, terutama dalam melihat kondisi yang dipimpinnya. Kejujuran ini menepis angan-angan seorang pemimpin yang ambisius. Pemimpin yang diridai adalah pemimpin yang jujur, amanah, dan bertanggung jawab, sehingga mampu meningkatkan ketakwaan rakyatnya serta melindungi mereka dari keburukan, kezaliman, ketidakadilan, penjajahan, perpecahan, permusuhan, dan keterpurukan.
Karakter pemimpin seperti ini akan mengundang keberkahan dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam surah al-A’raf ayat 96, yang berarti: “Sekiranya penduduk negeri-negeri mau beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi jika mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” Ayat ini menjelaskan bahwa ketaatan membawa nikmat dan keberkahan, sementara kekufuran mendatangkan laknat dan kesengsaraan.
Nabi Muhammad SAW adalah teladan utama seorang kesatria. Anas ibnu Malik menggambarkan Rasulullah SAW sebagai manusia paling baik, dermawan, dan pemberani. Dalam suatu peristiwa di Madinah, ketika penduduk dikejutkan oleh suara, Nabi SAW telah lebih dulu menuju arah suara itu dan menenangkan mereka.
Dalam peristiwa genting seperti Perang Hunain, ketika kaum musyrik unggul, Rasulullah SAW turun dari kuda dan menyeru, “Akulah Nabi, bukan dusta. Akulah putra Ibnu Abdil Muththalib.” Al-Bara menggambarkan keberanian beliau yang tak tertandingi pada hari itu. Dalam Perang Uhud, ketika banyak kaum muslimin mundur karena berita palsu tentang kematian beliau, Rasulullah SAW justru tampil di tengah manusia sambil berteriak, “Akulah Rasulullah,” menunjukkan keberanian dan kekesatriaan yang luar biasa.
Sikap kesatria tidak hanya relevan dalam pertempuran, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memiliki kedudukan namun menghindar dari masalah karena merasa tidak mampu adalah pengecut. Pemimpin yang gagal meskipun telah berupaya sebaik mungkin sebaiknya mengakui kegagalannya dan meminta maaf, bukan mencari alasan.
Rasulullah SAW telah memberikan teladan yang jelas, namun nafsu sering kali menghalangi kita untuk mengikutinya. Setan membisikkan godaan, dan nafsu yang menang menjauhkan kita dari sikap kesatria. Ketidakberhasilan sering ditutupi dengan keangkuhan dan penyalahgunaan kekuasaan, padahal kekuasaan tersebut akan dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, kejujuran adalah dasar utama menjadi seorang kesatria. Di zaman sekarang, kejujuran sering kali langka dan dikalahkan oleh kedustaan yang dianggap sebagai kebenaran. Pemimpin yang jujur dan amanah membawa warganya menuju ketakwaan, sementara pemimpin yang dusta menjerumuskan mereka ke dalam kekufuran.
Generasi muda Muslim, jadilah kesatria yang dihormati karena kehormatan sejati yang berasal dari tingkah laku, bukan karena keturunan atau kekuasaan. Semoga Allah SWT membimbing kita, terutama para pemimpin, untuk bersikap kesatria dan menjauhi sikap pengecut.
Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025