keepgray.com – Jakarta. Istitha’ah haji menjadi salah satu syarat wajib yang harus dipenuhi oleh setiap jemaah sebelum keberangkatannya ke Tanah Suci. Pada tahun ini, seluruh jemaah haji diwajibkan untuk memenuhi istitha’ah kesehatan, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 142 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengisian Kuota Haji Reguler dan Pelaksanaan Pembayaran Pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) Reguler.
Isu mengenai istitha’ah haji juga menjadi topik pembahasan di Arab Saudi, karena menjadi salah satu wacana terkait potensi pemangkasan kuota haji bagi jemaah Indonesia pada tahun 2026 mendatang.
Meskipun sempat mencuat kabar mengenai pemangkasan kuota haji, Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Dahnil Anzar Simanjuntak menginformasikan bahwa wacana tersebut pada akhirnya dibatalkan. Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menyatakan keyakinannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk melakukan perbaikan signifikan dalam tata kelola haji Indonesia.
Menurut buku *Fatwa-Fatwa Imam Asy-Syafi’i: Masalah Ibadah* oleh Asmaji Muchtar, istitha’ah haji diartikan sebagai kondisi kemampuan atau ketidakmampuan seseorang untuk melaksanakan ibadah haji. Imam Syafi’i membagi istitha’ah haji menjadi dua kategori utama.
Pertama, istitha’ah haji diartikan sebagai kemampuan dari segi fisik dan finansial. Jemaah yang memenuhi kriteria ini wajib menunaikan ibadah haji secara langsung tanpa mewakilkannya kepada orang lain.
Kedua, istitha’ah haji mengacu pada kondisi ketidakmampuan fisik seorang Muslim, tetapi memiliki kemampuan finansial yang cukup. Dalam hal ini, individu tersebut tidak memiliki kondisi fisik yang memadai untuk melaksanakan perjalanan ke Tanah Suci karena alasan kesehatan. Namun, mereka memiliki sumber daya finansial yang memadai untuk menunaikan ibadah haji. Jemaah yang memenuhi syarat istitha’ah haji kategori kedua ini wajib melaksanakan ibadah haji dengan mewakilkan kepada orang lain.
Persyaratan istitha’ah kesehatan bagi jemaah haji diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016. Pasal 10 Permenkes tersebut menjelaskan bahwa istitha’ah kesehatan terpenuhi jika jemaah memiliki kemampuan untuk mengikuti seluruh proses ibadah haji tanpa memerlukan bantuan obat-obatan, peralatan medis, atau bantuan orang lain, serta memiliki tingkat kebugaran jasmani yang memadai.
Penentuan tingkat kebugaran jasmani dilakukan melalui pemeriksaan yang disesuaikan dengan karakteristik individu jemaah. Jemaah berusia 60 tahun atau lebih, serta jemaah dengan penyakit tertentu yang tidak termasuk dalam kriteria tidak memenuhi syarat istitha’ah sementara dan/atau tidak memenuhi syarat istitha’ah, dapat ditetapkan memenuhi syarat istitha’ah kesehatan dengan pendampingan.
Secara umum, syarat istitha’ah kesehatan haji meliputi: tidak menderita penyakit menular atau kronis yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain, memiliki kondisi fisik yang cukup kuat untuk melaksanakan ibadah haji, serta mampu mengelola penyakit yang ada dengan baik agar tidak mengganggu pelaksanaan ibadah haji.
Dilansir dari situs Kementerian Kesehatan RI, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah menetapkan ketentuan dan standar kesehatan bagi jemaah yang akan memasuki wilayahnya pada Musim Haji 1446 H/2025 M. Jemaah diwajibkan bebas dari kondisi medis yang secara signifikan mengurangi kemampuan fisik.
Beberapa kondisi kesehatan yang dinyatakan tidak memenuhi kriteria tersebut meliputi: gagal ginjal yang memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal, penyakit jantung dengan gejala saat istirahat atau aktivitas ringan, penyakit paru kronis dengan kebutuhan oksigen intermiten atau terus-menerus, sirosis hati dengan tanda gagal fungsi, gangguan neurologis atau psikologis yang menyebabkan disabilitas motorik berat atau gangguan kognitif, demensia pada lansia, kehamilan, penyakit menular aktif, dan kanker yang sedang dalam kemoterapi.
Kriteria jemaah yang tidak memenuhi syarat istitha’ah kesehatan haji tercantum dalam Pasal 13, meliputi kondisi klinis yang dapat mengancam jiwa seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) derajat IV, gagal jantung stadium IV, chronic kidney disease stadium IV dengan peritoneal dialysis/hemodialisis reguler, AIDS stadium IV dengan infeksi oportunistik, stroke hemorrhagic luas, gangguan jiwa berat seperti skizofrenia berat, demensia berat dan retardasi mental berat, serta jemaah dengan penyakit sulit diharapkan kesembuhannya seperti keganasan stadium akhir, Tuberculosis Totally Drugs Resistance (TDR), sirosis atau hepatoma decompensata.