Istitha’ah Haji: Ancaman Kuota RI?

keepgray.com – Istitha’ah haji menjadi sorotan setelah disebut sebagai salah satu alasan potensi pemangkasan kuota haji jemaah Indonesia oleh pemerintah Arab Saudi pada tahun 2026. Istitha’ah haji merujuk pada kemampuan dan kondisi kesehatan jemaah sebelum keberangkatan.

Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Dahnil Anzar Simanjuntak, mengungkapkan bahwa pihak Saudi menyampaikan protes terkait jemaah haji Indonesia yang dinilai tidak memenuhi syarat kesehatan. “Mereka (pihak Saudi) protes ke kami pada saat itu kepada Pak Kepala ‘Kenapa Anda kirim jemaah haji yang sudah mau meninggal dan itu menjadi masalah buat kami di dalam negeri’. Kementerian Haji menyampaikan hal tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Dahnil menambahkan, “Karena banyak yang sebenarnya secara istitha’ah, istitha’ah itu kemampuan secara kesehatan itu tidak layak dan ini harus menjadi evaluasi serius kami ke depan.”

Di Indonesia, istitha’ah haji merupakan salah satu syarat wajib bagi calon jemaah haji. Secara definisi, istitha’ah haji adalah kondisi mampu atau tidaknya seseorang untuk melaksanakan ibadah haji. Imam Syafi’i membagi istitha’ah haji menjadi dua kategori, seperti dijelaskan dalam buku *Fatwa-Fatwa Imam Asy-Syafi’i: Masalah Ibadah* karya Asmaji Muchtar.

Pertama, istitha’ah haji yang mencakup kemampuan fisik dan finansial. Jemaah yang termasuk dalam kategori ini dianggap memiliki kemampuan yang sempurna dan tidak dapat diwakilkan hajinya oleh orang lain.

Kedua, istitha’ah haji bagi mereka yang mampu secara finansial namun tidak mampu secara fisik. Dalam kondisi ini, seorang Muslim yang tidak sehat atau tidak mampu menggunakan transportasi dapat mewakilkan pelaksanaan hajinya kepada orang lain karena memiliki sumber daya finansial yang cukup.

Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menekankan pentingnya kemampuan fisik dan rohani yang sehat bagi jemaah haji. Syarat istitha’ah kesehatan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa istitha’ah diukur melalui pemeriksaan kesehatan fisik dan mental, sehingga jemaah dapat menjalankan ibadah haji sesuai dengan syariat Islam.