Israel dan Nuklir Iran: Ironi Ketakutan?

keepgray.com – Israel melancarkan serangan terhadap Iran sejak Jumat pekan lalu dengan alasan kekhawatiran bahwa Teheran akan mengembangkan senjata nuklir, sebuah ironi mengingat Israel sendiri telah memiliki senjata nuklir selama puluhan tahun.

Iran membantah tuduhan tersebut, menegaskan bahwa program nuklirnya bertujuan untuk tujuan sipil. Sebagai penandatangan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), Iran terikat untuk tidak memperoleh senjata nuklir. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) diberi wewenang untuk memantau kepatuhan negara-negara non-nuklir terhadap perjanjian ini. Namun, IAEA baru-baru ini menuduh Iran melanggar kewajibannya, yang dibantah keras oleh Teheran dan dianggap sebagai dalih bagi serangan Israel.

Sejak Jumat lalu, beberapa situs nuklir dan militer Iran telah menjadi sasaran pemboman Israel dalam Operasi Rising Lion, yang mengakibatkan lebih dari 200 korban jiwa. Iran membalas dengan meluncurkan serangan rudal dan drone ke Israel dalam Operasi True Promise III, menargetkan situs militer dan intelijen Zionis dan menyebabkan lebih dari 20 kematian.

Berbeda dengan Iran, Israel tidak menandatangani NPT, sehingga IAEA tidak dapat memantau persenjataan nuklirnya. Israel memiliki kebijakan untuk tidak mengonfirmasi atau menyangkal kepemilikan senjata nuklir. Namun, dokumen yang dideklasifikasi, investigasi, dan pengungkapan dari tahun 1980-an menunjukkan bahwa Israel memiliki bom nuklir. Israel adalah satu dari sembilan negara yang diketahui memiliki senjata nuklir.

Menurut Nuclear Threat Initiative, Israel diyakini memiliki sekitar 90 hulu ledak nuklir dan cukup plutonium untuk menghasilkan sekitar 200 senjata nuklir lagi. Middle East Eye melaporkan bahwa Israel memiliki antara 750 dan 1.110 kg plutonium, yang cukup untuk membuat 187 hingga 277 senjata nuklir. Senjata nuklir ini dapat diluncurkan dari udara, laut, dan darat menggunakan pesawat F-15, F-16, dan F-35 buatan AS, serta kapal selam kelas Dolphin yang mampu meluncurkan rudal jelajah nuklir. Israel juga memiliki rudal balistik Jericho yang berbasis di darat dengan jangkauan hingga 4.000 km, yang diperkirakan sekitar 24 di antaranya dapat membawa hulu ledak nuklir.

Program nuklir Israel dimulai pada pertengahan hingga akhir 1950-an oleh perdana menteri pertama Israel, David Ben Gurion. Sebuah kompleks besar dibangun di Dimona, dengan bantuan dari pemerintah Prancis. Shawn Rostker dari Pusat Pengendalian Senjata dan Non-Proliferasi menyatakan bahwa Prancis membantu membangun reaktor Dimona dan mendukung kemampuan pemrosesan ulang plutonium Israel. Kerja sama ini dirahasiakan, bahkan dari Amerika Serikat, dan didorong oleh permusuhan bersama terhadap presiden Mesir saat itu, Gamal Abdel Nasser.