keepgray.com – Pelaksanaan kurban pada Hari Raya Idul Adha dan hari Tasyrik melibatkan panitia yang bertugas menyembelih, mengolah, dan mendistribusikan daging kurban. Muncul pertanyaan mengenai hukum panitia kurban memakan daging kurban.
Bimas Islam Kemenag RI menjelaskan bahwa panitia kurban adalah representasi dari orang yang berkurban, dengan wewenang melaksanakan amanah termasuk penyembelihan, pengolahan, dan pembagian daging. Namun, panitia tidak berhak mengambil daging kurban kecuali mendapat izin dari pihak yang berkurban. Sebagian ulama berpendapat panitia boleh mengambil daging sekadar untuk makan siang dan makan malam, asalkan tidak berlebihan.
Syekh Nawawi Banten dalam Tausyih Ala Ibni Qasim menjelaskan, seorang yang diberi amanah untuk membagikan daging akikah diperbolehkan mengambil sebagian daging untuk dirinya sendiri, dengan kadar yang sesuai kebiasaan, yaitu cukup untuk makan siang dan makan malam.
Kebiasaan masyarakat di mana panitia kurban memasak sebagian daging kurban untuk makan siang dapat dibenarkan menurut fikih, asalkan dalam batas yang wajar dan tidak berlebihan. Idealnya, panitia meminta izin terlebih dahulu kepada orang yang berkurban.
BAZNAS menjelaskan tiga golongan yang berhak menerima daging kurban:
1. Shohibul Qurban: Orang yang berkurban berhak menerima 1/3 bagian daging kurban. Mereka tidak boleh menjual bagian kurbannya, baik daging, bulu, maupun kulit.
2. Tetangga, Teman, dan Kerabat: Daging kurban dapat dibagikan kepada kerabat, teman, dan tetangga sekitar, meskipun mereka berkecukupan, dengan jatah sepertiga bagian.
3. Fakir Miskin: Fakir miskin berhak menerima daging kurban sebagai bentuk berbagi kepada yang membutuhkan, dengan jatah 1/3 bagian. Shohibul qurban juga dapat menambahkan jatah untuk fakir miskin dari bagian kurbannya.