Hukum Kurban bagi yang belum Aqiqah?

keepgray.com – Seorang muslim yang belum melaksanakan ibadah aqiqah, baik untuk dirinya sendiri maupun anaknya, diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk mendahulukan ibadah kurban. Hal ini dijelaskan oleh Buya Yahya, seorang ulama terkemuka, mengingat kuatnya kesunnahan kurban dan batasan waktu pelaksanaannya yang lebih sempit dibandingkan aqiqah.

Baik aqiqah maupun kurban merupakan ibadah penyembelihan hewan ternak dalam Islam. Dikutip dari kitab *Terjemah Fiqhul Islam wa Adillatuhu* karya Wahbah Az Zuhaili, kurban diartikan sebagai hewan yang disembelih pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari Tasyrik, sedangkan aqiqah adalah penyembelihan hewan yang dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran seorang anak.

Hukum kurban adalah sunnah bagi setiap muslim yang mampu melaksanakannya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Ahmad: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Ada tiga hal yang bagi saya hukumnya adalah fardhu sementara bagi kalian sunnah, yaitu salat witir, berkurban dan mengerjakan salat Dhuha.'” Hukum kurban dapat berubah menjadi wajib jika dinazarkan. Imam Malik, sebagaimana dijelaskan dalam kitab *Al Wajiz fi Fiqh As Sunnah Sayyid Sabiq* oleh Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al Faifi, berpendapat bahwa niat membeli hewan untuk kurban sudah menjadikan kewajiban berkurban.

Sementara itu, dalil pelaksanaan aqiqah berasal dari hadits Samuroh bin Jundub RA, di mana Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka hendaklah disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR Ibnu Majah, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ahmad dan lainnya).

Buya Yahya, dalam ceramahnya yang ditayangkan di YouTube Al Bahjah TV pada Senin (26/5/2025), menjelaskan bahwa meskipun kedua ibadah ini sama-sama sunnah, kurban lebih diutamakan jika seseorang memiliki kemampuan untuk salah satunya namun belum melaksanakan yang lain. Alasan utama prioritas kurban adalah kekuatan kesunnahannya yang lebih tinggi, bahkan ada mazhab seperti Abu Hanifah yang menganggapnya wajib.

Selain itu, pertimbangan waktu juga menjadi faktor penentu. Waktu pelaksanaan kurban sangat terbatas, yaitu hanya pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari Tasyrik setelahnya. Berbeda dengan aqiqah yang memiliki rentang waktu pelaksanaan yang lebih fleksibel dan bisa dilakukan kapan saja setelah hari ketujuh kelahiran.

Buya Yahya juga menekankan bahwa aqiqah adalah sunnah yang dibebankan kepada orang tua sebagai bentuk syukur atas kelahiran anaknya, sedangkan kurban adalah ibadah yang bersifat personal. Dengan demikian, tidak ada masalah jika seseorang belum diaqiqahkan oleh orang tuanya namun ingin berkurban. Begitu pula jika seseorang belum mengaqiqahkan anaknya, ibadah kurbannya tetap sah dan dianjurkan untuk didahulukan. Prioritas ini memastikan bahwa kesempatan untuk melaksanakan ibadah kurban yang waktunya terbatas dapat dimanfaatkan dengan baik.