keepgray.com – Setiap Idul Adha, umat Islam di seluruh dunia menyembelih hewan ternak sebagai simbol ketakwaan kepada Allah SWT. Hewan seperti unta, sapi, dan kambing menjadi hewan kurban yang disembelih pada hari raya tersebut.
Kurban dilaksanakan mulai 10 Dzulhijjah hingga tiga hari setelahnya yang disebut hari tasyrik. Dalil mengenai kurban terdapat dalam Al-Qur’an surah Al Hajj ayat 34 yang artinya, “Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserah dirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).”
Dalam Islam, penyembelihan hewan kurban bukan hanya sekadar ritual fisik, melainkan ibadah yang menggambarkan ketundukan kepada perintah Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT melalui surat Al-Hajj ayat 37 yang artinya, “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat ini menunjukkan bahwa nilai ibadah kurban terletak pada niat dan ketakwaan, bukan pada hewannya semata. Namun, Islam juga mengajarkan bahwa semua makhluk hidup memiliki hak dan kedudukan tertentu di sisi Allah, termasuk hewan yang dikurbankan.
Terdapat sejumlah riwayat yang menunjukkan bahwa hewan kurban memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah SWT. Salah satu hadits populer menyebutkan, “Tidak ada amalan anak Adam pada hari raya kurban yang lebih dicintai Allah daripada menyembelih hewan. Sesungguhnya hewan itu akan datang pada hari kiamat lengkap dengan tanduk, kuku, dan bulunya. Dan sesungguhnya darahnya akan jatuh di sisi Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka, tenangkanlah diri kalian dengannya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim).
Dalam hadits ini, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa hewan kurban akan hadir di hadapan Allah SWT dalam kondisi utuh pada hari kiamat. Ini menunjukkan bahwa hewan kurban memiliki kedudukan mulia sebagai saksi atas amal ibadah orang yang berkurban.
Al-Qur’an dan hadits tidak secara eksplisit membahas apakah hewan kurban masuk surga atau tidak. Namun, para ulama dari berbagai zaman telah memberikan pandangan mereka dengan pendekatan yang beragam, berdasarkan dalil dan nilai-nilai Islam.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyampaikan bahwa hewan yang disembelih dalam rangka ibadah, termasuk kurban, akan dihidupkan kembali pada hari kiamat dan menjadi saksi amal baik bagi orang yang mengurbankannya.
Sementara itu, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Hadi Al-Arwah menjelaskan bahwa ada sejumlah hewan yang akan masuk surga. Menurutnya, hewan-hewan yang memiliki peran dalam ketaatan kepada Allah SWT, termasuk hewan kurban, bisa saja memperoleh kehormatan tersebut.
Dalam salah satu hadits riwayat Tirmidzi, disebutkan bahwa hewan kurban akan datang pada hari kiamat dalam keadaan utuh (dengan tanduk, bulu, dan kukunya) dan akan menjadi bagian dari timbangan amal orang yang berkurban.
Syekh Yusuf al-Qaradawi berpendapat bahwa walaupun hewan tidak diberi akal seperti manusia, mereka tetap tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Maka jika hewan kurban menjadi bagian dari ibadah manusia kepada Sang Pencipta, tidak mustahil jika mereka pun mendapatkan penghormatan yang layak di akhirat. Wallahu a’lam.