keepgray.com – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengajukan keberatan kepada majelis hakim terkait barang bukti elektronik berupa data Call Detail Record (CDR) yang disebutnya tidak melalui proses audit forensik oleh ahli. Hasto juga menyatakan ketidaksesuaian penulisan keterangan kepemilikan ponsel yang disita.
Keberatan ini disampaikan Hasto dalam persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin, 26 Mei 2025. Hasto menanggapi keterangan ahli pemeriksa forensik sekaligus penyelidik pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hafni Ferdian, yang dihadirkan Jaksa KPK.
Pada awalnya, Hasto keberatan dengan penulisan salah satu ponsel yang disebut miliknya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanggal 26 Februari 2025. “Yang pertama keberatan terhadap ahli dalam BAP 26 Februari 2025 nomor 11, di dalam daftar barang bukti elektronik, keterangan nomor 6 itu adalah handphone Vivo milik saya, Hasto Kristiyanto. Sedangkan nomor 7 itu bukan milik saya, di sini ditulis milik Hasto Kristiyanto,” ujar Hasto kepada Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto. Hafni Ferdian menjelaskan bahwa penulisan tersebut mengikuti data dari barang bukti yang disita.
Selain itu, Hasto juga meminta majelis hakim untuk mencatat bahwa data CDR tidak melewati proses audit forensik oleh Hafni. “Mohon maaf Yang Mulia, tetap memberikan catatan karena data tentang CDR itu kan termasuk data-data elektronik yang seharusnya diforensik oleh saksi ahli, tapi ternyata tidak ada data CDR. Sehingga mohon menjadi catatan di dalam sidang, terima kasih,” tegas Hasto.
Kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah, turut mempertegas pertanyaan mengenai proses audit forensik terhadap data CDR. Hafni Ferdian mengakui bahwa ada barang bukti elektronik atau data CDR yang diterima, namun tidak dilakukan proses audit forensik di unitnya. “Berarti dari 45 yang saudara terima di tim saudara dan kemudian dilakukan digital forensik, tidak ada salah satu di antaranya yang berupa data CDR?” tanya Febri. Hafni menjawab singkat, “Tidak ada.”
Hasto Kristiyanto merupakan terdakwa dalam kasus dugaan merintangi penyidikan kasus suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto didakwa menghalangi upaya KPK untuk menangkap Harun Masiku yang menjadi buronan sejak tahun 2020. Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya agar tidak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020, serta memerintahkan Harun untuk bersiaga di kantor DPP PDIP. Perbuatan Hasto ini diduga menjadi salah satu faktor Harun Masiku belum tertangkap hingga saat ini.
Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan senilai Rp 600 juta. Jaksa menyebut suap tersebut diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku. Hasto didakwa memberikan suap bersama-sama dengan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, serta Harun Masiku sendiri. Donny kini telah ditetapkan sebagai tersangka, Saeful Bahri telah divonis bersalah, sementara Harun Masiku masih berstatus buronan.