Hasto cecar ahli soal risiko kebocoran data CDR

keepgray.com – Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mencecar ahli sistem teknologi dan informasi dari Universitas Indonesia (UI), Bob Hardian Syahbuddin, terkait potensi risiko kebocoran data Call Detail Record (CDR). Bob mengakui bahwa kemungkinan risiko kebocoran data tersebut bisa saja terjadi.

Keterangan tersebut disampaikan Bob saat memberikan kesaksian dalam persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku serta perintangan penyidikan, yang menjerat Hasto sebagai terdakwa. Sidang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin, 26 Mei 2025. Kuasa hukum Hasto, Arman Hanis, secara spesifik menanyakan perihal risiko kebocoran data setelah CDR diterima dan diteliti oleh Bob.

“Saya langsung saja, kan ahli tadi sudah menyampaikan bahwa ada CDR yang diberikan oleh penyidik ya? Ada ya? Dan ahli sudah meneliti dan lain-lain. Pertanyaan saya mengenai CDR tersebut, CDR yang diberikan itu menurut keahlian ahli, apakah pada saat setelah ahli terima, apakah ada risiko kebocoran atau manipulasi data? Risikonya?” tanya Arman Hanis dalam persidangan.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Bob menyatakan, “Kalau kita bicara risiko tentu ada risikonya, karena saya tidak punya komparasi apakah benar atau tidak.” Arman Hanis kemudian menegaskan kembali pertanyaan terkait risiko kebocoran dan manipulasi data pada CDR yang diterima ahli. Bob menjawab singkat, “Iya bisa saja.”

Selain Arman Hanis, kuasa hukum Hasto lainnya, Febri Diansyah, turut mencecar Bob mengenai metodologi penelitian untuk mendapatkan validitas data CDR. Bob mengaku tidak membutuhkan waktu lama untuk membaca data tersebut.

“Kalau bapak dapat data semuanya, berapa lama kira-kira waktu yang bapak butuhkan untuk mendapatkan validitas yang kuat untuk melakukan penelitian? Dengan pertanyaan penelitian tadi,” tanya Febri.

“Sebenarnya sih nggak lama ya, jadi saya perlu waktu sebentar baca CDR itu gitu lo, kemudian dibandingkan dengan gambar yang diberikan itu,” jawab Bob.

Febri kemudian memperjelas, menanyakan berapa lembar data Excel yang biasanya dibutuhkan untuk melacak perpindahan satu orang yang aktif selama 24 jam. Bob menjelaskan bahwa jika terjadi banyak *hand over* (serah terima sinyal), datanya bisa sangat banyak, namun data yang diberikan penyidik kepadanya hanya untuk periode waktu tertentu.

Ketika ditanya lagi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyatakan hasil penelitian valid jika data lengkap untuk tiga orang dengan pergerakan banyak, Bob menyatakan, “Ya kalau cuma datanya lengkap ya nggak perlu lama-lama, satu hari-dua hari juga saya bisa.”

Sebagai informasi, Hasto Kristiyanto merupakan terdakwa dalam kasus dugaan merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tersangka Harun Masiku. Hasto diduga menghalangi upaya penangkapan Harun Masiku yang telah menjadi buronan sejak tahun 2020.

Dakwaan menyebutkan Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon selulernya agar tidak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Hasto juga disebut memerintahkan Harun Masiku untuk tetap berada di kantor DPP PDIP guna menghindari pelacakan KPK. Lebih lanjut, Hasto juga didakwa memerintahkan anak buahnya untuk menenggelamkan ponselnya menjelang pemeriksaan oleh KPK. Perbuatan Hasto ini dinilai menjadi salah satu faktor Harun Masiku belum tertangkap hingga saat ini.

Selain itu, jaksa juga mendakwa Hasto telah menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta. Suap tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku. Hasto didakwa memberikan suap ini bersama-sama dengan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah (yang kini berstatus tersangka) dan Saeful Bahri (yang telah divonis bersalah), serta Harun Masiku.