Gunungan Duit Rp 11,8 T: Asal Usul Sitaan Korupsi Kejagung

keepgray.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) mencatat sejarah dengan menyita uang hasil korupsi terbesar sepanjang masa, senilai Rp 11,8 triliun. Uang tersebut merupakan hasil sitaan dari kasus korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit periode 2021-2022 yang melibatkan korporasi Wilmar Group.

Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Sutikno, menjelaskan bahwa penyitaan uang ini berasal dari lima korporasi yang tergabung dalam Wilmar Group, yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

“Dalam perkembangannya, kelima terdakwa korporasi tersebut telah mengembalikan sejumlah uang kerugian negara yang ditimbulkan. Total seluruhnya seperti kerugian yang telah terjadi, yaitu Rp 11,8 triliun,” ujar Sutikno dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).

Sutikno merinci, PT Multimas Nabati Asahan mengembalikan sebesar Rp 3.997.042.917.832,42, PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp 39.756.429.964,94, PT Sinar Alam Permai sebesar Rp 483.961.045.417,33, PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp 57.303.038.077,64, dan PT Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp 7.302.288.371.326,78.

Saat ini, uang tersebut disimpan oleh penyidik di rekening penampungan Kejaksaan Agung pada Bank Mandiri. Penyitaan ini telah mendapatkan izin dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sutikno menambahkan bahwa penyitaan dilakukan pada tingkat penuntutan berdasarkan Pasal 39 Ayat 1 huruf A juncto Pasal 38 ayat 1 KUHAP untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi.

Selain Wilmar Group, kasus ini juga menjerat PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group. Sutikno berharap kedua perusahaan tersebut segera mengikuti langkah Wilmar Group dalam mengembalikan kerugian negara. Rinciannya, Permata Hijau Group masih harus mengembalikan sebesar Rp 937,6 miliar, dan Musim Mas Group sebesar Rp 4,89 triliun.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa penyitaan uang sebesar Rp 11,8 triliun ini merupakan yang terbesar dalam sejarah Kejaksaan Agung. Dalam konferensi pers, Kejagung memamerkan sebagian dari uang sitaan tersebut, senilai Rp 2 triliun, yang terdiri dari pecahan Rp 100 ribu yang dikelompokkan masing-masing Rp 1 miliar dalam satu plastik, memenuhi ruangan.

Kasus korupsi ekspor CPO ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi minyak goreng dengan lima terdakwa perorangan. Majelis hakim menilai para pelaku telah merugikan keuangan negara hingga Rp 6 triliun dan merugikan perekonomian negara senilai Rp 12,3 triliun. Meskipun kasus CPO korporasi ini divonis lepas oleh PN Tipikor Jakarta Pusat, Kejagung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.