keepgray.com – PT Freeport Indonesia (PTFI) bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Universitas Lambung Mangkurat (ULM) melakukan penanaman mangrove di Desa Sabuhur, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen PTFI untuk menanam 10 ribu hektare mangrove hingga tahun 2041.
Penanaman secara simbolis dilakukan oleh Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK/BPLH, Rasio Ridho Sani, dan Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, bersama perwakilan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Pemerintah Kabupaten Tanah Laut, dan manajemen PTFI, pada Senin (2/6).
Tony Wenas menjelaskan bahwa PTFI menjalankan program Percepatan Rehabilitasi Mangrove seluas 8 ribu hektare di Papua dan 2 ribu hektare di berbagai wilayah lain di Indonesia. “Ini merupakan komitmen perusahaan terhadap Program Nasional Percepatan Rehabilitasi Mangrove di Indonesia demi pemulihan ekosistem mangrove, agar memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat pesisir,” ujarnya setelah penanaman mangrove.
Kegiatan ini menandai dimulainya program rehabilitasi 500 hektare mangrove di Kalimantan Selatan, dengan rincian 400 hektare di Kabupaten Tanah Laut dan 100 hektare di Kabupaten Kotabaru. Sejak tahun 2005, PTFI telah menanam mangrove di area pesisir Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PTFI seluas lebih dari 1.500 hektare. Tony menegaskan bahwa PTFI akan terus bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat untuk menanam 10 ribu mangrove.
Sebelumnya, pada tahun 2023, PTFI telah menanam mangrove seluas 5 hektare di Ibu Kota Negara (IKN), dan pada tahun 2024 sebanyak 25 hektare di Deli Serdang, Sumatera Utara. Dalam mewujudkan visi ini, PTFI bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk memverifikasi berbagai lokasi penanaman mangrove yang diusulkan oleh KLHK. Hasilnya, PTFI berhasil mengidentifikasi area seluas 834 hektare yang akan ditanami mangrove mulai tahun 2025, tersebar di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bali, dan Kalimantan.
Penanaman mangrove di Desa Sabuhur merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman antara KLHK, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), dan PTFI pada Juni 2023. Selain itu, pada Februari 2025, PTFI dan ULM juga menyatakan kesepahaman terkait restorasi mangrove, pengelolaan lahan basah, serta penguatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Rasio Ridho Sani menyampaikan bahwa Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 3,4 juta hektare, yang merupakan yang terbesar di dunia, dengan potensi penyimpanan karbon mangrove yang sangat signifikan secara global. Namun, ekosistem mangrove menghadapi berbagai tantangan seperti alih fungsi lahan, tambak intensif, pencemaran plastik, dan reklamasi. Ia mengingatkan bahwa mangrove bukan hanya sekadar peneduh pesisir dan pantai, tetapi juga penopang ekonomi biru, penangkap karbon, dan penjaga daratan dari krisis.
“Kita tidak hanya sekadar menanam pohon, tapi menanam harapan. Harapan bagi laut, bagi iklim, dan bagi masa depan masyarakat pesisir,” kata Rasio. Ia menambahkan bahwa ekosistem mangrove Indonesia berperan penting sebagai solusi berbasis alam untuk mitigasi perubahan iklim, pelindung alami pesisir, tempat berkembang biak biota laut dan sungai, serta habitat keanekaragaman hayati.
Rasio juga mengajak semua pihak untuk mendukung restorasi dan ekonomi biru. Pada hari yang sama, dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup, diadakan Seminar Nasional bertema “Menata Masa Depan Mangrove Indonesia: Kolaborasi Ilmu, Aksi, dan Kebijakan untuk Mengakhiri Polusi Plastik” di Auditorium Kampus ULM, yang diikuti oleh 1.000 mahasiswa.